[caption id="attachment_3520" align="alignnone" width="300"] Ilustrasi. (*)[/caption]JAKARTA - Pemerintah diminta untuk berhati-hati dalam memilih panitia seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Pemerintah harus melakukan 'tracking' terhadap calon anggota pansel. Mulai dari SMU sampai sarjananya, tempat bekerja sampai sekarang. Apakah ada 'problem' baik dalam KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan masyarakat. Apa punya kasus hukum dan sebagainya sehingga dengan 'track record' bisa diketahui pansel itu berisi individu yang betul-betul berintegritas, profesional, kompeten, dan berperilaku yang baik," kata mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua.Pansel KPK sebelumnya sudah memilih dua calon pimpinan KPK yaitu mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas dan mantan Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretaris Kabinet Robby Arya Brata.
"Pengalaman saya periode sebelumnya, seleksi ada beberapa kelemahan. Dalam proses seleksi saya menemukan anggota pansel kurang eksplorasi anatomi korupsi, bentuk perundang-undangan korupsi baik UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU 'money laundring', maupun yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dan KKN," jelas Abdullah.Ia menilai waktu yang diberikan untuk menelusuri latar belakang calon pimpinan KPK terlalu singkat.
"Info dari masyarakat, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, PPATK dan media tidak optimal. Waktu 'tracking' harus lebih lama, minimal satu bulan sehingga pansel menerima semua info betul-betul seluruhnya, tidak seperti Abraham samad yang (kasusnya terjadi pada) 2007 atau BW (Bambang Widjojanto) yang terjadi pada 2010," tambahnya.Ia juga mengusulkan keputusan terakhir penangkatan pimpinan KPK bukan di tangan DPR, sebaliknya DPR hanya mengesahkan nama-nama yang diusulkan."Saya usulkan semua pimpinan KPK dan lembaga negara lainnya tidak lagi dipilih DPR. DPR hanya menetapkan menerima atau menolak, jadi seperti panglima TNI dan Polri Sebab DPR adalah lembaga politik. Lembaga politik maka kepentingan politik di situ. Seperti kasus AS dan BW, anggota DPR tahu itu tapi kenapa tidak dipersoalkan? Berarti ini jadi 'bargaining position'," ungkap Abdullah.Dengan kondisi itulah maka orang-orang yang terpilih menjadi pimpinan KPK menjadi bom waktu.
"Orang-orang ini dipilih dijadikan bom waktu. Saya usulkan mungkin pada 2019 pimpinan KPK baru sudah tidak lagi 'fit and proper'. Pansel itu yang betul-betul mencari yang 'the best'," jelasnya. (*/aci)sumber:antara
Editor : Eriandi