Oleh: Deded Chandra
Doktor Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Negeri Padang
Saat ini, polusi suara merupakan masalah utama di perkotaan, terutama kebisingan lalu-lintas. Bunyi yang dihasilkan oleh mesin kendaraan, knalpot, ban, dan klakson pada tingkat tertentu masih dapat ditoleransi oleh masyarakat, dalam arti masih belum menyebabkan gangguan. Akan tetapi pada tingkat yang lebih tinggi, bunyi tersebut dapat mengganggu kenyamanan yang disebut dengan kebisingan atau polusi suara (Grubesa, 2021). Pertumbuhan transportasi yang pesat dan penggunaan mesin yang lebih besar dan bertenaga akan menghasilkan kebisingan yang tidak dapat disangkal dan menjadi bahaya serius bagi kehidupan.Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kebisingan lalu-lintas dapat menyebabkan gangguan dan efek kesehatan seperti sakit kepala, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, peningkatan risiko penyakit jantung, dan efek hormonal. Kebisingan juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan motivasi belajar. Kebisingan pada malam hari, khususnya, dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dan durasi tidur. Dengan demikian, kebisingan menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek nyata bagi kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup RI telah mengatur tingkat kebisingan yang diperbolehkan di kawasan tertentu yang disebut dengan Baku Tingkat Kebisingan (Kepmen-LH nomor 48 tahun 1996). Baku tingkat kebisingan adalah besaran atau nilai kebisingan yang masih dapat ditoleransi yang dinyatakan dalam satuan desibel A (dBA). Peraturan ini dapat menjadi tolak ukur seberapa parah tingkat kebisingan yang terjadi di tempat-tempat seperti sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, dan sebagainya. Oleh karena itu, evaluasi terhadap tingkat kebisingan lalu-lintas di kawasan sebagaimana yang disebutkan di atas sangat penting dilakukan dalam upaya mengendalikan kebisingan dan menjaga kulitas lingkungan hidup.Kota Padang sebagai ibukota sekaligus pusat kawasan metropolitan di Provinsi Sumatera Barat memiliki kondisi lalu-lintas yang cukup padat. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Padang, jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2020 mencapai 356.359 unit. Mengingat pertumbuhan kendaraan bermotor pada tahun-tahun yang akan datang, maka perlu dilakukan kajian tentang pengukuran tingkat kebisingan (traffic noise assessment) saat ini supaya langkah pengendalian kebisingan dapat segera diambil.
Pengukuran tingkat kebisingan lalu-lintas di Kota Padang telah dilakukan di 14 titik antara lain di kawasan perumahan Siteba, Pasar raya, Pasar Lubuk Buaya, depan Kantor Gubernur Sumatera Barat, RTH Imam Bonjol, PT. Semen Padang, Pantai Padang, Stasiun Tabing, Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Bungus, RSI Siti Rahmah, Semen Padang Hospital, Universitas Negeri Padang (UNP), dan Masjid Raya Sumatera Barat. Kesemua lokasi tersebut dipilih untuk mewakili peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan dalam Kepmen-LH nomor 48 tahun 1996 diatas. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan menggunakan Sound Level Meter pada hari kerja dan hari libur. Disamping itu, pengukuran kondisi lalu-lintas juga dilakukan dengan menghitung jumlah kendaraan ringan dan berat yang melewati titik-titik tersebut.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan lalu-lintas di tepi jalan raya berkisar antara 65,2 sampai 84,8 dBA. Sedangkan di titik depan bangunan, nilainya berkurang menjadi 56,2 sampai 73,8 dBA. Hal ini karena efek pengurangan jarak dari jalan raya. Meskipun demikian, masih terdapat 8 titik yang nilainya melebihi baku tingkat kebisingan, antara lain yaitu di kawasan Semen Padang Hospital, RSI. Siti Rahmah, Masjid Raya Sumatera Barat, Pantai Padang, RTH Imam Bonjol, Pasar Lubuk Buaya, Perumahan Siteba, dan UNP. Tingkat kebisingan di kawasan Semen Padang Hospital adalah yang paling tinggi yaitu sebesar 73,8 dBA. Sedangkan baku tingkat kebisingan di kawasan rumah sakit adalah 55 dBA.
Kebisingan yang tinggi ini disebabkan oleh banyaknya kendaraan berat yang melintas dan kecepatan rata-rata yang tinggi. Kondisi seperti ini berpotensi terjadi sepanjang Jalan By Pass yang dilalui kendaraan berat setiap harinya. Akibatnya, tempat-tempat di sekitar jalan ini menjadi rawan terpapar kebisingan di atas 70 dBA. Estimasi juga menunjukkan bahwa 1 dari 10 orang di Kota Padang berpotensi terpapar kebisingan pada level ini. Menurut Cochary (2021), paparan kebisingan di atas 70 dBA secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pendengaran.Sebagai perbandingan, ruangan perpustakaan yang tenang memiliki tingkat kebisingan kurang dari 40 dBA, sedangkan percakapan sehari-hari berada pada level 60 dBA. Kebisingan 70 dBA setara dengan suara mesin cuci atau vacuum cleaner. Meskipun kita mungkin tidak terganggu oleh seberapa keras 70 dBA dalam waktu beberapa menit saja, paparan terus-menerus dan berulang menjadi berbahaya bagi kesehatan. Ini dapat mengganggu konsentrasi, meningkatkan tekanan darah, stres, dan lain-lain. Terlebih lagi di kawasan rumah sakit yang semestinya memerlukan lingkungan yang tenang dan nyaman.Solusi untuk mengurangi dampak kebisingan lalu-lintas dapat dilakukan dengan menanam vegetasi atau tanaman penghalang. Tanaman bertindak sebagai penghalang suara dengan menyerap dan membelokkan gelombang suara yang datang dari jalan. Selain meredam kebisingan, tanaman juga bermanfaat mengurangi polusi udara, dan menambah keindahan.Tanaman berdaun lebar, tebal, dan rapat sangat efektif meredam kebisingan. Tanaman tersebut harus memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup dan merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Untuk itu, perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum. Tanaman yang dapat digunakan yaitu Glodokan tiang (Polyalthia longifolia) karena memiliki karakteristik tajuk kolom yang dapat ditanam sejajar dan rapat. Tanaman ini dapat mereduksi kebisingan 6,6 sampai 8,5 dBA (Susanti, 2019). Peredaman optimum dapat dikombinasikan dengan perdu seperti Sebe (Heliconia sp.) dan Soka (Ixora sp.) dan rumput penutup tanah. Semakin tinggi dan rapat penanaman vegetasi maka semakin baik dalam mengurangi dampak kebisingan lalu-lintas.
Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi untuk penyelesaian S-3 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Negeri Padang dengan Tim Promotor Prof. Dr. Eri Barlian, M.S dan Co-Promotor Ir. Drs. Heldi, M.Si., Ph.D. (***)