Kicau itu berasal dari kawanan burung yang hinggap di pohon manggis tepi sawah. Rumah itu berada di sawah berjenjang paling akhir.Pemiliknya duduk di balkon lantai dua menikmati secangkir kopi dan beberapa potong ubi rebus.
Ia menikmati sapuan sinar mentari pagi. Juga menikmati derau air dari saluran irigasi yang mengaliri sawah di bawahnya. Beberapa petani lewat dan menyapa khas canda desa ini."Dapek nah lamak iduik mah Tuen," kata yang lewat.
"Lenggang kalau nak tau nikmat Tuhan, cubolah mode ambo ko agak satangah jam. Besok belum tentu ada matahari. Ke sinilah"Dan segelas kopi lagi segera terhidang. Segelas lagi karena tak lama kemudian lewat petani lainnya.
Tuan rumah yang sudah pensiun dengan istru cantik memang terlihat bahagia.Ia dan istri dan dua tamunya bercerita apa saja. Terutama menyangkut hal-hal kecil yang luput. Mereka sudah bosan politik karena tak jujur.
Sejak sebelum kita lahir kata tuan rumah, air untuk sawah ini gratis. Entah bagaimana ini bisa terjadi. Dari gunung tak pernah habis. Lalu rumput pun tumbuh kita bersihkan dan tumbuh lagi.Kita dari kecil makan nasi dengan padi dari sawah ini. Orangtua dan nenek moyang kita juga.
Tak perlu angkat tangan tinggi-tinggi dalam berdoa. Kita bersyukur saja tiap hari tapi dengan cara natural, itu lebih baik. Pandang alam kapan saja nikmati. Rasakan.Sedemikian maha luar biasanya Allah mengurus kita."Kopi dan ubi ini yang belum kalian cicipi ini. Cobalah. Rasanya itu tolong dirinci dan syukuri. Lidahmu itu Lenggang, pengecap tak terkalahkan sepanjang sejarah umat manusia. Ada 10 ribu titik pengecap di sana, maka kau minumlah kopi itu." Nama tamunya Lenggang dan Mangguang.Istri tuan rumah yang cantik aduhai itu tersipu. Dan kopi pun diteguk. Memang tak terbada. Ubi rebus tak terbada pula.
"Yo santiang angku, kerek den," kata Mangguang."Makanya berhentilah ngomong politik jika tak kalian ketahuan ujung pangkalnya."
"Tapi manangiah"Burung di pohon manggis berkucau lagi. Jauh terdengar bunyi binatang hutan. Angin sepoi seperti belaian.
Langit di kaki gunung ini bak hamparan tak bertiang. Sejuk di sini.Jauh ke bawah sawah yang padinya menghijau terbentang. Jika dipandang menyejukkan mata. Alam adalah obat dari kegelisahan batin.