Mungkin karena Michael sudah Islam, tak disenangi esensi liriknya tersosialisasi. Sebenarnya begitulah seni, tak dapat dimungkiri, bahwa karya seni itu seperti senimannya. Seni itu akan berhubungan dengan nilai akhlak (etika moral) yang bersumber dari norm agama dan adatnya. Tidak seperti anggapan aliran seni “l’art for l’art” (fann li fann, seni hanya untuk seni), tak ada urusan seni dengan adat, agama dan akhlak. Seniman Islam pasti menghargai menyuplai nilai Islam kepada penikmatnya.Minangkabau justru menganut aliran seni yang tak terlepas dari nilai adat syara’. Senimannya punya misi menyuplai nilai adat dan agamanya. Karenanya Minang dalam berkesenian ada identitas. Identitas seni Minang saya sebut dalam buku saya “Seni Islam di Indonesia” (1991) ada tiga, saya gambarkan dalam memoteknik 3-ka: (1) ka pertama estetika, (2) ka kedua erotika, dan (3) ka ketiga etika. Ketiganya tidak terpisah. Estetika saja melahirkan aliran seni l’art for l’art jadi kepablasan, prakteknya sekali goyang copot pakaiannya dan bugil, karrena tidak menganggap penting nilai adat etika dan agama. Erotika saja terperosok ke erotis fornografi, kalau tidak ada kontrol nilai etika. Karenanya penting etika untuk mengontrol estetika dan erotika. Nafas seni seperti ini termasuk seni adat syara’ (Islam) di Minangkabau, yang tereksplisit dari filosofinya (1) ABS-SBK digubaloi penghulu pemangku adat, (2) Syara’ Mangato Adat Mamakai (SM-AM) yang digubaloi ulama, dan (3) ATJG (Alam Takambang Jadi Guru) yang sarat nilai budaya kosmologi Minang digubaloi cadiak pandai termasuk budayawan seniman Minangkabau. Inilah nafas seni karakter Minang yang profetik (kombinasi sosial provan dan dimensi transedental) bersumber nilai falsafat adat syara' dan alam (komologi). Persis seperti katan Muhammad Quthub, seni Islam itu adalah kumpulan nilai pengajaran yang indah, kumpulan nilai hikmah dan nilai tontonan plus tuntunan ke jalan luruh.
Ayo seniman, “kun anta” (kamu jadilah dirimu sendiri) kata penyanyi Humood al-Khudher, punya identitas. Pegang idnetitas. Jangan takut like and dislike, itu biasa. Perjuangan berekspresi ini justru memperkuat identitas. Dengan identitas, akan mencerdaskan. Apapun yang direspon pasti dengan reaksi yang cerdas. Dalam mempertahankan rumah kita ini pun, pada gilirannya mempertahankan identitas dalam memunculkan pikiran cerdas. Menyalurkan aspirasi lurus secara mekanisme sentral oleh/ kepada para pihak dalam salurannya yang benar. Kita sudah bertemu Gubernur bukan? Sudah bertabayun (check and re check). Mengadu, perjuangkan Tambud GKSB harus jadi rumah budayawan seniman di daerah Minang yang corenya adalah kebudayaan disimpul dalam kata adat.GKSB Tetap Tambud, Tak Bakal Ada Hotel
Memperjuangkan Tambud - GKSB, rumah seniman, sudah ada berbagai upaya. Menyusul petisi sudah disampaikan seniman, seiiring pemberitaan menolak hotel di Tambud. Tersalur langsung ke Pemerintahan. Didapat keterangan GKSB tetap Tambud, tak bakal ada hotel di sana. Perjuangan terus memberi kontrol, dikawal oleh Forum Perjuangan Rumah Seniman Budayawan Sumatera Barat. Inilah satu di antara gerakan perjuangannya melalui “Panggung Ekspresi Seni Seniman - Budayawan Sumatera Barat Tahun 2023” dengan acara Panggung Ekspresi dan Orasi Kebudayaan”. Saya senang dan memberikan apresiasi, meski dalam waktu sesaat didaulat untuk siap berorasi kebudayaan, dihantar rekan mewakili seniman budayawan Fauzul Elnurca dan Rizal Tanjung. Dijemput Koordinator Forum Perjuangan Rumah Seniman Budayawan kawan kita Rahmat Wartira dan Koordinator Acara rekan Zamzami Ismail. Mari ! Selamat berekspresi kawan-kawan budayawan seniman!Tentu saja event ekspresi seniman - budayawan ini, oleh forum Perjuangan Rumah Seniman Budayawan Sumatera Barat, diharapkan piawai memandu kebijakan pemerintahan (pemerintah dan legislatif), kepastian arah pembangunan rumah seniman GKSB - Tambud ini. Malah Gubernur Mahyeldi, di Istana bersama budayawan seniman, malam 4 Januari 2023 sudah memastikan komitmen pemerintahan daerah, tidak akan ada hotel di GKSB-Tambud. Kalau ada isu pengalihan fungsi Zona C ke Hotel berbintang lima, itu baru tingkat wacana, meminta pemikiran para budayawan seniman. Belum ada ketetapan pemerintahan (Gubernur dan DPRD). Yang Gubernur mau, sekali direncanakan Tambud tetap Tambud di GKSB. Malah ada rencana Gubernur lebih besar menautkan Tambud dengan Museum Nagari Aditywarman sekaligus Taman Melati menjadi Kawasan Kebudayaan Sumatera Barat yang luas dan asri berkreasi berekspresi.
Saya kira kawan kita Kepala BAPPEDA Medi Iswandi, arif mencatatnya penjelasan Gubernur. Untuk merencanakan kepastian arah pembangunan GKSB terutama Zona C tetap jadi Tambud Sumatera Barat dan tidak akan ada hotel di sana. Karena penjelasan komitmen pemerintah yang disampaikan Gubernur itu “tak ada hotel di Tambud”, dipastikanlah penjelasan itu bagian perintah baginya, untuk dijabarkan dan diencanakan dengan pasti. Malah menguatkan Gubernur, Medi berkata, dari pada membangun hotel di Tambud lebih baik membangun jalan raya, bagian dari penyataan yang memastikan arah pembangunan kebudayaan “tidak ada hotel di Tambud”.Transfomasi Budaya dari Tambud
Budayawan seniman berbincang GKSB - Tambud tak sebatas itu. Esensinya jauh kedepan. Dari taman sini lahir gerakan transfomasi dalam pemajuan kebudayaan. Transformasi budaya Minangkabau - Sumatera Barat maju. Tentu bersama pemerintah. Memanfaatkan perubahan global yang sarat informasi digital. Melibatkan semua budayawan seniman dalam kelembagaan kebudayaan dan kelembagaan kesenian. Mendialogkan dan merumuskan pemikiran transformatif, merawat generasi yang happy tech savvy dalam lini masa ke depan. Spesifik pemajuan kebudayaan ala Sumatera Barat di tengah Indonesia ditawan transformasi kuasa internet. Mendialogkan persoalan trasformasi ini sudah dimulai rekan-rekan kita di Pusat Kebudayaan Minangkabau (PKM), dalam rangkaian kegiatan Kongres Kebudayaan menyambung sejarah sudah 6 kali Kongres Kebudayaan di Sumbar. Di situ ada Ketua Umum Badan Pembina PKM Irman Gurman Datuk Rajo Nan Labiah, Ketua Umum PKM Dr. Shofwan Karim, Presiden Kongres Prof. Musliar Kasim, SC Kongres Prof. Nursyirwan Effendi, ada OC Kongres Dr. Insanul Kamil lainnya.Sudah tiga kali event besar Kongres Kebudayaan dalam bentuk seminar berlangsung sepanjang tahun 2022, kita menjemput narasumber nasional dan Asia, ingin mendengar apa kata mereka tentang Indonesia dan Minangkabau di era transformasi kuasa internet dan kedepan tantang isu futuristik metaverse yang menaruh aliran baru transformasi digital yang tak terfikirkan kita sebelumnya. Nanti kita analisis dengan simpul-simpul kekuatan konsep dan kearifan lokal yang kita keluarkan dari pusaka Minangkabau. Mungkin saatnya analisis pada acara puncak kongres kebudayaan sesudah lebaran dengan nomenklatur acara Musyawarah Kebudayaan Indonesia. Seperti apa kebudayaan Minangkabau dalam bungkus adat. Direncanakan event ini akan menghadirkan 4 kepala Negara: Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Budaya dan seni dalam bungkus adat, spesifik Sumatera Barat. Justru 10 unsur/ objek pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat tentu di atasnya adat. Adat ciri Minangkabau. Adat itu mewakili konsep kebudayaan dengan keseluruhan sistemnya termasuk sistem seni. Kita tidak mengenal kata budaya sebut Navis. Kalau dipaksakan juga menyebut budayo aneh kedengarannya. Lalu di era kini, adat itu di mata anak muda sebagai kuno. Padahal kata orang perguruan tinggi studi adat itu studi modern. Kata pemaham keistimewaan Minang, adat itu disebutnya pakaian, justru amat modern. Sesuai sepanjang zaman, dapat mengikuti perubahan tak menghambat modernisasi. “Sekali aia gadang sekali tapian barasak, namun yang tepian disitu juga”. Ada perubahan, tetapi substansinya tak berubah. Nilai tetap dan tak berubah. Nilai adat dan agama seperti dulu juga. Yang berubah perangai (budaya) memakainya: adat syara’ (tanpa dan), karena terintegrasi.Kita pikir integratif bagaimana perubahan itu. Ya transformasi budaya. Pikir kita, boleh tak, adat dengan semua sistemnya teraplikasi dalam aspek kehidupan ipoleksosbudhankam, termasuk seni dalam sistem sosbud, bisa melenggang di nan data. Tentu, kalau bisa mengikuti perubahan - transformasi. Justru sekarang di dunia global yang muda, happy tech-savvy mesra di dunia digital. Kalau tak pandai orang tua mendekati, dicuekin. Perkembangan, digital dan internet berbasis komputer senantiasa berkembang. Secara kategoris tidak gampang kaum adat mengaksesnya. Selain kemampuan juga kemauan. Tapi kalau tidak bisa mengakses, berakibat tertinggal dan terasing. Diam saja, bisa dibului dalam perkembangan.
Menandai orang Minang, mau duduk bersama bermusyawarah. Kalau tak mau lagi duduk bersama curiga kita keminangannya. Acara Duduk Bersama (ADB) bagi Minang penting. Forum pecahkan masalah, meluruskan silang kayu di tungku, agar nasi tak gosong. Tentu muaranya merumuskan pemikiran bersama disebut mufakat. Mufakat kata bertuah. Musyawarah orang Minang dihitung quorumnya disebut “siang sigi”. Disigi, siapa mewakili siapa. Justru Minang menganut sistem musyawarah perwakilan. Karena itu sila ini dipastikan dari Minang, yang jelas keseluruhan 5 sila konsepnya Syahrir diorasikan Soekarno. Wakil menghadiri musyawarah dalam perinsip ini, prakteknya paling tidak fungsionaris tungku tigo sajarangan: penghulu, ulama dan nan cadiak pandai.Dalam cadiak pandai ada rang mudo, ada yang berpangkat, yang berjabatan tinggi dalam semu profesi, termasuk budayawan seniman. Mau ADB bermusyawarah! Dalam perinsip transformasi sosial sekarang seiring perkembangan dunia digital, internet berbasis komputer canggih, secanggih HP-nya, ada pilihan off line (luring) atau online (daring). Diyakinkan kita, kini tidak harus musyawarah duduk semeja atau bakisah di lapiak sehelai. Pilihan: online - zooms meeting - google meet, justru menantang kepiawaian. Belum lagi alasan jarak, tinggal di rantau. Pulang kampung? BBM dan jasa trasfotasi mahal. Malah menyamakan waktu saja susah. Kita malah kebanyakan sibuk, justru kita hidup dalam dunia sibuk, kadang lupa akhirat yang lebih menjanjikan bahagia.Yang fungsionaris Tungku Tigo Sajarangan itu, mesti pulang, justru kaum dan nagari dalam sengketa adat, perlu ADB dengannya. Kalau tak pulang, diharap dari orang di nagari saja, susah. Yang ada di nagari saja, kadang jangankan menyelesaikan sengketa anak kamanakan, di antara sesama tiga tuanku fungsionaris itu saja bersengketa, bahkan organisasi adatnya KAN ada yang pecah, menyusul lahir KAN tandingan.Diharap Limbago Adat Nagari ialah Pengulu Nagari (berbeda setiap nagari: ada penghulu nagari nan-21, ada penghulu nagari nan-17, ada penghulu nagari nan-9 dan atau penghulu nagari nan-4 lainnya) sebagai pemegang ulayat nagari, dapat menyelesaikan kasus sengketa pecahnya KAN, mereka saja tidak berdaya. Mereka tak kuat lagi, tetapi ibarat inyaik malam, tak tahu lagi dengan belangnya. Bahkan untuk penghulu nagari, diam saja ketika KAN pula yang akan mensyahkan kepenghuluannya yang sebenarnya hak mengangkat penghulu itu hak kaumnya. Karena mengangkat penghulu itu sakato kaum. Tugas KAN hanya membawa duduk sama rendah tegak sama tinggi, bukan mensyahkan dan mengukuhkan datuk penghulu yang menjadi hak kaumnya. Bagaimana tidak mungkin penting transformasi budaya dalam pemberdayaan pemangku adat dalam basis limbago adat penghulu nagari dan basis organisasi adat di nagari KAN. Mesti ada gerakan membawa mereka kembali ke sejarah asal usul dan hak-hak tradisonal.
Apalagi isu era metaverse menjadi kenyataan, mau tak mau harus dimasuki kaum adat. Transformasi harus jalan. Sebab dalam dunia, orang-orang berjarak akan menjadi dekat. Akan terbentuk komunitas yang mereka berintegaksi dalam jaringan dunia digital berbasis intenet dan komputer yang multi dimensional. Kalau tidak bisa, lalu diam, akan dibului perubahan. Tambah lagi isu sistem mata uang crypto terjadi. Mengusung sistem blockchain bertujuan untuk melindungi, memberi keamanan dan kenyamanan bertransaksi. Kalau tak masuk sistem, bertahan dengan pola lama, bagaimana pula memberi uang aleh tapak ninik mamak, tak mungkin lagi budaya esek-esek, tak mungkin lagi budaya meletakannya di balik gulung lapiak (tikar) lainnya.Dalam kerangka perubahan inilah saya melihat, penting mempertahankan rumah budayawan seniman Tambud - GKSB. Menjadikan GKSB ini menjadi sumbu mekanisme sentral memutar sistem seni dalam bungkus idenitas Minang “adat” mewakili konsep kata kebudayaan dengan semua sistemnya. Seperti apa nafas berkebudayaan berkesenian yang tetap integral tiga dimensi: estetik, erotik dan etik kedepan di Minangkabau, di tengah pelukan transformasi kuasa internet dan kesiapan menghadapi isu futuristik metaverse yang menantang kepiawaian budayawan seniman yang karya kreatifnya segera beradaptasi dengan teknologi digital yang multi dimensional itu.
Selamat budayawan seniman melanjutkan kreasi dan berekspresi, dilaunching di Panggung Ekspresi Kesenian Kebudayaan Seniman Budayawan Sumatera Barat, Senen malam, 13 Februari 2023 ini, diusung Forum Perjuangan Rumah Seniman Budayawan Sumatera Barat.Banyak maaf, wabillahi taufiq, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.*