Dalam kamus-kamus bahasa arab Mu’jam al-washit yang disusun oleh Lembaga Bahasa Arab Mesir dijelaskan washatiyah, terambil dari kata washata yang mempunyai arti antara lain: pertengahan dari segala sesuatu, adil dan baik, penyandang keadilan, jalan yang terbaik dan lain sebagainya. Quraisya Shihab menyimpulkan, arti washatiyah adalah sesuatu yang yang bersifat washat haruslah yang tidak terlepas dari kedua sisinya.Padanan kata washat dalam bahasa arab anatara lain kata ítidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip washatiyah disebut washit. Kita sudah popular denga kata-kata wasit yang biasanya menjadi pengadil di lapangan (olahraga). Kata wasit mengandung tiga pengertian, yaitu 1) penengah, perantara (misalnya dalam bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara orang yang berselisih; dan 3) pemimpim dalam pertandingan
Dapat dipahami bahwa sikap washatiyah adalah sikap yang diambil yang berada diantara dua sisi. Sikap tersebut bukan diambil dari kedua sisi tersebut, namun tidak juga bisa lepas sepenuhnya dari kedua sisi tersebut. Karena akan selalu ada tarik menarik antara sikap washatiyah yang berada ditengah dengan kedua sisinya. Agar wasatiyah selalu berada ditengah dan tidak ditarik ke salah satu sisi, maka diperlukan kesabaran serta pengetahuan dan pemahaman yang memadai.Lebih lanjut Quraisy Shihab menjelaskan, kata washat dalam al-quran dalam berbagai bentuk ditemukan 5 kali, kesemuanya mengandung makna “berada diatara dua ujung”. Pertama, dalam surat al-baqarah ayat 143 yang artinya: “Demikianlah Kami jadikan kamu ummatanan washatan.” Kedua, dalam surat al-Baqarah ayat 238 yang artinya : “Periharalah shala-shalat (semuanya) dan shalat pertengahan.” Ketiga, dalam surat al-Maidah ayat 89 yang artinya: “Maka kafarat sumpah-sumpah kamu yang kamu sengaja ucapkan sebagai sumpah lalu kamu batalkan adalah memberikan makan sepuluh orang miskin, yaitu dari pertengahan yang kamu berikan kepada keluarga kamu”.
Ayat-ayat lain yang terdapat didalamnya kata washat antara lain, surat al-Qalam ayat 28 dan surat al-Ádiyat ayat 4-5Imam ar-razi dalam menafsirkan kata washat, mengemukakakan beberapa kemungkinan arti washat, antara lain sebagai berikut:
Pertama, Adil, makna ini menurutnya dikuatkan oleh ayat dan hadis-hadis dan sumber-sumber lainnya, seperti surat al-Qalam ayat 28. Begitu juga hadis “Khair al-umur awsathuha” (sebaik-baik urusan adalah yang ditengahnya),Kedua, Terbaik, argumentasi pendapat ini antara lain firman allah dalam surat Ali Imran ayat 110
Ketiga, Yang paling utama/yang terbaik. Ini sejalan dengan ucapan yang dikenal popular dikalangan pengguna bahasa arab yang berkata :” Fulan ausathna nisban (Si A paling banyak keutamaannya)”Keempat, makna keempat adalah bahwa umat islam merupakan ummatan washatan dalam arti mereka bersikap moderat/ pertengahan antara berlebihan dan berkurang dalam segala hal. Umat islam tidak bersikap berlebihan sebagaimana umat nasrani yang meyakini adanya anak tuhan, tidak juga bersikap melecehkan sehingga membunuh para nabi-nabi dan mengubah kitab-kitab suci sebagaimana halnya orang-orang yahudi.
Perbedaan bilangan rakaat tarawih dan witir contohnya, harus disikapi dengan washatiyah. Bagi masyarakat yang melaksanakan tarawih dan witir 23 rakaat tidak perlu mengeluarkan pernyataan bahwa yang shalat tarawih dan witirnya kurang dari 23 rakaat tidak sah. Begitu juga sebaliknya, yang melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat jangan mengatakan bahwa yang shalat tarawih dan witirnya lebih dari 11 rakaat adalah bidáh.Klaim tidak sah ataupun bidáh terhadap ibadah orang lain yang lontarkan oleh masyarakat awam bukanlah sikap washatiyah, karena penyataan itu hanya boleh disampaikan oleh mujtahid. Ada praktek washatiyah yang unik dalam khilafiah shalat tarawih dan witir ini di beberapa daerah. Mereka menyikapinya dengan melaksanakan ke duanya dalam satu masjid dengan dua imam. Shalat tarawih rakaat 1 sampai 8 dengan jamaah dan imam yang sama. Kemudian saat tarawih rakaat ke 9, Sebagian jamaah memisahkan diri untuk melanjutkan shalat witir dengan imam yang berbeda. Imam witir ini sebelumnya menjadi makmum sampai rakaat ke 8 shalat tarawih. Di sisi lain, imam dan jamaah yang dari awal sudah Bersama-sama melanjutkan shalat tarawih dan witir sampai 23 rakaat.
Alternative lain yang biasa juga dilakukan yaitu jika imamnya shalat tarawih 20 rakaaat, maka makmum yang ingin shalat 8 rakaat mengikuti imam sampai rakaat ke delapan. Makmum boleh menunggu bersama imam witir dimasjid atau duluan pulang. Begitu juga makmmum yang shalat tarawih 20 rakaat namun imam hanya sampai 8 rakaat, makmum bias ikut imam sampai rakaat ke delapan, kemudian melanjutkan sendiri hingga rakaat ke 20 di masjid ataupun dirumahSikap wasathiyah juga harus kita kedepankan dalam perayaan idul fitri yang tahun ini diprediksi berbeda. Pada hakikatnya, kita sama-sama merayakan idul fitri pada tanggal 1 syawal, namun dalam menetapkan kapan 1 syawal tersebut, itulah yang ada perbedaan metode yang digunakan.Dalam menghapi fenomena masih ada warung makan yang buka siang hari dan tempat hiburan yang beroperasi selama Ramadhan, jangan sampai ada tindakan Razia atau sweaping yang dilakukan oleh masyarakat secara perorangan atau kelompok. Karena tindakan itu hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum/peraturan. Jalan terbaik yang dilakukan oleh masyarakat adalah memberikan nasehat atau melaporkan kepada pihat terkait untuk ditindaklanjuti. Tindakan sepihak oleh masyarakat bukannya membuat ibadah Ramadhan lebih tenang namun sebaliknya akan menciptakan kegaduhan baru.Begitu juga sikap washatiyah yang harus diaplikasikan dalam makanan dan pakaian. Makan dan dalan berbuka dan sahur jangan sampai berlebihan secara biaya yang mengakibatkan boros atau berlebihan dalam memakannya yang bisa mendatangkan penyakit. Begitu juga dengan pakaian lebaran, jangan sampai kita termasuk terlalu royal dengan baju baru namun tidak pernah terpakai.
Moderasi dan washatiyahKementerian agama, melalui Badan Litbang dan Diklat merumuskan empat indikator moderasi beragama, yaitu: 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 2008, moderasi diartikan sebagai pengurangan kekerasan dan penghindaran ektrimisme. Lebih lanjut dijelaskan, sikap moderat: (1) selalu menghindar dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; (2) berkecenderungan kearah dimensi atau jalan tengahModerasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan. Keseimbangan atau jalan tengah dalam prkatek beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatic dan sikap revolusioner dalam beragama.