Makanan adalah asupan utama bagi setiap makhluk hidup. Ia memberikan nutrisi bagi tubuh, menyediakan energi untuk beraktivitas, membantu pertumbuhan dan berjalannya semua fungsi tubuh. Di samping itu, makanan juga memberikan peranan yang cukup besar untuk memperbaiki tubuh dan menjaga kesehatan serta mempertahankan sistem kekebalan tubuh.Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam tidak hanya mengatur hubungan vertikal manusia dengan Sang Khaliq, manusia dengan sesama, alam dan lingkungan, tapi juga memberikan tuntunan bagi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama mengonsumsi makanan dan minuman. Dalam Islam, aktivitas makan dipahami tidak saja memberikan manfaat bagi tubuh secara fisik, melainkan juga tubuh secara ruhani. Dalam al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 88, Allah SWT mengkaitkan makanan dengan ketakwaan. “Dan makanlah dari apa yang telah Allah berikan kepadamu sebagai rezki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” Bahkan dalam Surat al-Baqarah ayat 168, Allah menyatakan, “Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Hal pertama yang diajarkan oleh Islam adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi tersebut halal dan baik (halalan wa thoyyiban). Pengertian halal disini mencakup tiga hal, pertama, makanan dan minuman berasal dari bahan yang halal, artinya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan oleh agama. Kedua, cara memperoleh makanan dan minuman tersebut atau, uang yang digunakan untuk membeli makanan dan minuman tersebut diperoleh dengan cara yang halal pula. Artinya tidak melanggar aturan agama. Ketiga, pengolahan makanan dan minuman dengan cara yang sesuai dengan hukum Islam. Seperti membeli daging yang disembelih dengan cara Islami.Dalam sebuah hadits, Nabi saw. menghubungkan antara makanan yang haram dengan tertolaknya doa, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik. Dia tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dia memerintahkan orang mukmin sebagaimana memerintahkan para Rasul dengan firman-Nya, “Wahai Rasul, makanlah rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu.” Rasul kemudian menjelaskan seorang pejalan kaki kumal dan kotor, menengadahkan tangannya ke langit berdoa, “Wahai Tuhan, Wahai Tuhan.”(Tetapi) makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, makan dari barang haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan doanya.” Jika doa saja ditolak karena mengonsumsi makanan haram, apalagi ibadah lainnya. Bahkan tidak hanya itu saja, Nabi Muhammad saw. pun pernah mengatakan, “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang diharamkan, maka neraka lebih utama bagi (tempat kembali)nya.”
Imam al-Ghazali di dalam kitabnya Minhajul Abidin menjelaskan bahwa makanan itu ibarat benih, sedangkan perbuatan dan perkataan seseorang adalah tumbuhan yang muncul darinya. Artinya perbuatan dan perkataan seseorang bergantung pada apa yang dimakannya. Jika yang masuk adalah sesuatu yang diharamkan, maka perbuatan dan perkataan seseorang tersebut akan cenderung kepada yang diharamkan pula.Adapun makanan yang ‘baik’ yaitu makanan tersebut aman, bersih serta menyehatkan untuk dikonsumsi. Makanan yang baik akan menghasilkan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan dan perbaikan tubuh kita.
Aturan berikutnya adalah makan dengan tidak berlebihan. Di dalam Islam, aktivitas makan bukan bertujuan untuk kenyang, melainkan untuk memberikan energi dan stamina agar tetap kuat melakukan aktivitas sehari-hari. Rasulullah dan para sahabat sendiri tidak pernah makan sampai kenyang. Nabi saw. pernah mengajarkan “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas.”Makan secara berlebihan –menurut Imam al-Ghazali- mengakibatkan beberapa penyakit. Pertama, mengakibatkan hati menjadi keras. Nabi saw. mengingatkan, “Jangan kalian mematikan hati dengan memperbanyak makan dan minum. Sebab, hati itu akan mati seperti tanaman apabila banyak disiram air.” Kedua, mendorong anggota tubuh kepada hal yang tidak baik. Mengutip pendapat Abu Ja’far, beliau mengatakan, “Perut itu adalah anggota tubuh yang apabila lapar, maka semua anggota tubuh lainnya menjadi kenyang; yakni menjadi tenang. Maka ia tidak akan menuntutmu dengan sesuatu. Dan jika ia kenyang, maka semua anggota tubuh lainnya menjadi lapar dan mendorong pada perbuatan dosa.”Ketiga, makan berlebihan menyebabkan kantuk, lelah dan malas bergerak sehingga keinginan untuk beribadah pun menjadi berkurang. Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Yahya as. melihat Iblis menampakkan diri dengan membawa beberapa jala. Kemudian Nabi Yahya as bertanya, “Apa itu?” Iblis menjawab, “Ini adalah keinginan-keinginan nafsu yang dengannya aku memburu anak Adam.” Nabi Yahya as. bertanya kembali, “Apakah ada jala itu dalam diriku?” Iblis menjawab, “Tidak, hanya saja pada suatu malam engkau tengah berada dalam kondisi kenyang, lalu aku membuatmu berat mengerjakan sholat.” Nabi Yahya as. berkata, “Betul, dan mulai saat itu aku tak mau lagi berada dalam kondisi kenyang selama-lamanya.”Keempat, kekenyangan pertanda seseorang hanya menuruti hawa nafsu. Semakin ia mengikuti hawa nafsunya, maka akan semakin terjerumus dalam kesenangan dan kemewahan kehidupan dunia. Hati dan akalnya akan dipenuhi keinginan untuk mencari kehidupan dunia di luar yang dibutuhkannya. Allah berfirman dalam Surat an-Nazi’at ayat 37 - 41, “Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh, nerakalah tempat kembalinya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat kembalinya.”
Kelima, akan mengurangi pahala di akhirat kelak. Semakin banyak mereguk kenikmatan dunia maka semakin berkurang kenikmatan akhirat yang akan diperoleh nanti. Allah berfirman dalam Surat al-Ahqaf yat 20, “Kalian telah menghabiskan rezeki yang baik dalam kehidupan duniawi kalian (saja), dan kalian telah bersenang-bersenang dengannya. Maka pada hari ini kalian dibalas dengan azab yang menghinakan, karena kalian telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kalian telah berbuat fasik.”Di sinilah kita mengetahui makna penting dari berpuasa. Menahan diri dari makan dan minum bukan untuk menyiksa tubuh melainkan untuk melatih diri menempuh jalan spiritualitas. Mencapai derajat ketaqwaan, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT.(*)