Oleh Arcandra Thahar
Sahabat energi yang BudimanHampir dalam setiap pertemuan baik ditingkat nasional, regional maupun internasional dua kata “Transisi Energi” menjadi bagian yang tidak terpisahkan, terutama ketika membahas topik-topik yang berkaitan dengan perubahan iklim. Bahkan pada pertemuan di tingkat daerah pun transisi energi ini menjadi topik yang selalu hangat untuk dibicarakan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah makna dari transisi energi ini sudah sebangun dan sepemahaman antara individu, organisasi bahkan negara yang peduli dengan isu lingkungan? Jangan-jangan kita semua punya pemahaman yang berbeda sehingga strategi dalam menghadapi masa transisi energi tidak lagi bermuara pada peningkatan kualitas hidup umat manusia, tapi justru pada kegiatan yang hanya mementingkan ego sektoral dan bisnis. Apa mungkin?Secara bebas, transisi bisa diartikan sebagai suatu proses atau suatu perubahan dari satu kondisi ke kondisi lain. Kalau transisi energi berarti ada yang perlu kita ubah dari apa yang kita gunakan untuk memenuhi kebutahan energi kita saat ini ke energi lain yang lebih bersih, terjangkau, andal dan terbarukan.
Ini adalah cara pandang ideal yang sangat mulia dan tidak dicampuri oleh keinginan lain seperti penguasaan dibidang politik, ekonomi.dan budaya terhadap individu, organisasi atau bahkan negara.Tiga kata kunci terjangkau, andal dan bersih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan jenis energi apa yang cocok dalam menghadapi transisi energi. Hal ini tidak jarang menimbulkan perdebatan tergantung cara pandang individu, organisasi maupun negara dalam melihat isu ini. Kepentingan bisnis dan geopolitik juga ikut memperumit situasi.
Apakah ada jenis energi yang memenuhi ketiga persyaratan ini? Batubara dan minyak bumi bisa dikatakan terjangkau dan andal tapi tidak bersih. Angin dan matahari adalah energi bersih dan terjangkau untuk beberapa negara tapi tidak andal. Panas bumi dan air bisa masuk dalam kategori bersih dan andal tapi belum tentu terjangkau dibandingkan dengan batubara.Bagaimana dengan gas bumi dan segala macam yang berkaitan dengan biomass, biofuel dan biogas? Belum lagi kalau kita bicara tentang nuklir.
Kita bisa berdebat panjang dalam membahas terjangkau, andal dan bersih. Terjangkau di satu negara tapi belum tentu di negara lain. Bersih di satu negara belum tentu di negara lain. Untuk melihat lebih jauh bagaimana makna transisi energi ini, mari kita lihat tantangan beberapa negara dan perusahaan minyak dunia.Bagi sebagian besar negara-negara di Afrika, transisi energi bisa bermakna berubah dari penggunaan kayu bakar ke energi fosil. Kenapa tidak berubah ke energi terbarukan? Mungkin jawaban mereka adalah selama ini kami belum pernah menikmati energi yang andal dan terjangkau.Dengan adanya energi yang andal dan terjangkau kami berharap angka kematian kelahiran bayi berkurang dengan adanya listrik untuk menunjang prosedur C-section, mengurangi kematian orang-orang kami dengan adanya refrigerator untuk menyimpan obat-obatan dan vaksin, menjadikan anak-anak kami bisa lebih cerdas karena bisa belajar di malam hari.Sangat sederhana keinginan masyarakat Afrika akan energi ini. Tentu ada yang berpikir lebih maju bahwa dengan tersedianya energi fosil maka pertumbuhan ekonomi bisa lebih dipacu seperti yang terjadi di negara maju.
Bagaimana kalau negara-negara di Afrika diajak untuk beralih dari kayu bakar ke energi terbarukan? Mungkin mereka akan bertanya energi terbarukan apa yang terjangkau dan handal yang bisa menggantikan energi fosil yang baru mereka nikmati. Mungkinkah itu bisa didapat dari angin dan matahari? Inilah kerisauan negara-negara di Afrika terhadap transisi energi ini.Kalau kita lihat lebih dalam lagi, seluruh Afrika baru memanfaatkan batubara sebesar 190 juta setahun. Bandingkan dengan China yang membutuhkan batubara sekitar 4,200 juta ton setahun. Jepang yang merupakan negara maju dan sangat peduli dengan lingkungan masih menggunakan sekitar 175 juta ton batubara setahun.
Sebagai pembanding, Indonesia menggunakan batubara sekitar 125 juta ton setahun. Sementara dunia mengkonsumsi batubara sekitar 8.000 juta ton setahun.Melihat data diatas, apakah bisa dimengerti kalau seandainya rakyat Afrika melakukan energi transisi dari kayu bakar ke batubara atau BBM bukan ke energi terbarukan? Sebuah dilema yang pelik yang perlu kearifan.
Bagaimana negara-negara Eropa memaknai transisi energi? Sahabat semua, kita akan lanjutkan di tulisan berikutnya. Mohon bersabar dan semoga bermanfaat. Terima kasih. (***)