Oleh Muhammad Kosim(Dosen FTK UIN Imam Bonjol Padang)
Kata laita mengandung makna tamanni, artinya harapan atau keinginan yang kuat untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau mustahil dicapai. Biasanya laita diartikan dengan “seandainya” atau “kiranya”. Dalam al-Quran, kata laita ditemukan sebanyak 14 kali. Tujuh di antaranya menggambarkan harapan penuh penyesalan dari penduduk nereka.Pertama, ingin kembali ke dunia untuk beriman. Mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman" (Qs. al-An’am [6]: 27).
Ibn Katsir menafsirkan, sesungguhnya keinginan mereka untuk bisa kembali ke dunia bukan karena ketertarikan ingin beriman, melainkan karena takut terhadap azab yang telah mereka saksikan dan pasti menimpa mereka akibat kekafiran mereka di dunia.Kedua, ingin hidup beramal shaleh. "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini" (Qs. Al-Fajr [89]: 24). Dalam surat as-Sajadah [32]: 12 juga dijelaskan mereka memohon agar dikembalikan ke dunia untuk beramal shaleh setelah melihat dan mendengar kondisi neraka secara nyata. Tapi semua sudah terlambat.
Ketiga, ingin setia di jalan Rasul. "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul" (Qs. al-Furqan [25]: 27). Mereka menyesal karena saat di dunia mengabaikan ajaran Rasulullah SAW, bahkan memusuhi dan membenci Rasul dan pewarisnya.Keempat, berharap tidak salah memilih teman. “Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku)” (Qs. al-Furqan [25]: 28). Mereka menyesal berteman dengan orang yang menjauhkannya dari al-Quran.
Nabi SAW bersabda: “Agama seseorang tergantung dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memerhatikan, siapa yang dia jadikan teman dekatnya.” (HR. Abu Daud).Kelima, berharap taat pada Allah dan Rasul-Nya. "Alangkah baiknya, andaikata kami (dulu) taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul" (Qs. al-Ahzab [33]: 66). Mengingkari Allah dan Rasul-Nya mengakibatkan mereka kekal di neraka. Harapan itu tiada berguna di hari pembelasan.
Keenam, berharap tidak menerima kitab dan tetap dalam kematian (Qs. al-Haqqah [69]: 25-27). Mereka menyesal saat menerima kitab dari sebelah kiri sehingga ia berharap tidak pernah menerima catatan amal buruk itu. Bahkan ia berharap kematian selamanya karena hidup setelah mati hanyalah menerima adzab-Nya.Ketujuh, berharap menjadi tanah. "Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku adalah tanah" (Qs. an-Naba’ [78] 40). Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munir menegaskan, karena beratnya siksa yang diderita, orang kafir berangan-angan tidak menjadi seorang manusia, tetapi menjadi tanah saja, atau hewan yang tidak diberi beban apa pun karena di akhirat hewan itu dikembalikan menjadi tanah.
Demikian beberapa harapan penuh penyesalan penghuni neraka. Semua harapan itu mustahil dikabulkan, karena mereka sudah berada di alam pembelasan. Sungguh menyedihkan dan menakutkan kondisi mereka di neraka tersebut.Rasulullah SAW menggambarkan betapa pedihnya kondisi penduduk neraka, meskipun mereka paling bahagia di dunia, sekali celupan saja ke neraka, maka hilanglah segala ingatan kebahagiaan yang pernah mereka rasakan selama di dunia.Sabda Rasulullah SAW: “Didatangkan penduduk neraka yang paling banyak kenikmatannya di dunia pada hari kiamat. Lalu ia dicelupkan ke neraka dengan sekali celupan. Kemudian ia ditanya, "Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan sedikit saja? Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sedikit saja?’ Ia mengatakan, ‘Tidak pernah, demi Allah, wahai Rabb”.Didatangkan pula penduduk surga yang paling sengsara di dunia. Kemudian ia dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan. Kemudian ia ditanya, "Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan keburukan sekali saja? Apakah engkau pernah merasakan kesulitan sekali saja?’ Ia menjawab, "Tidak, demi Allah, wahai Rabb-ku! Aku tidak pernah merasakan keburukan sama sekali dan aku tidak pernah melihatnya tidak pula mengalaminya”.” (HR. Muslim).
Menyadari pedihnya siksa neraka dan penyesalan Panjang penduduk neraka, sejatinya kita meningkatkan amal ibadah seraya berharap kepada Allah SWT agar kita terhindar dari azab neraka. Ramadhan sebagai bulan maghfirah mesti kita optimalkan untuk meraih rahmat Allah dengan rangkaian ibadah maksimal, baik fardhu maupun sunat, ibadah vertical pada Allah termasuk berbuat baik pada sesama manusia.Puasa Ramadhan yang menuntun setiap mukmin menjadi hamba yang bertakwa senantiasa berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (Qs. Ali Imran/3: 16).
Semoga kita dan keluarga terpelihara dari siksa neraka. Amiin