Difusi Inovasi dalam Komunikasi Pembangunan di Era Digital, Tantangan atau Kekuatan?

Foto Nofri Andeska Putra
×

Difusi Inovasi dalam Komunikasi Pembangunan di Era Digital, Tantangan atau Kekuatan?

Bagikan opini

Dalam konteks ini, penelitian yang dilakukan oleh Mahajan, Muller, dan Bass (1990) dalam bidang pemasaran memberikan wawasan yang berharga tentang model difusi inovasi produk baru. Mereka mengidentifikasi faktor-faktor seperti pengaruh eksternal (misalnya pemasaran dan komunikasi) dan pengaruh internal (misalnya interaksi antar konsumen) yang mempengaruhi tingkat adopsi suatu produk baru. Pemahaman tentang faktor-faktor ini dapat membantu perancang kebijakan dan organisasi dalam merancang strategi komunikasi dan pemasaran yang efektif untuk mempercepat adopsi inovasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, pendekatan jaringan dalam difusi inovasi yang dikembangkan oleh Valente (1995) juga menawarkan perspektif yang menarik. Valente menekankan pentingnya memahami struktur jaringan sosial dan mengidentifikasi individu-individu yang berperan sebagai "opinion leader" atau "influencer" dalam suatu komunitas. Dengan memanfaatkan jaringan sosial yang ada dan melibatkan influencer yang tepat, kita dapat mempercepat proses difusi inovasi dan meningkatkan adopsi secara lebih efektif.

Baca juga: Menteri Baru

Sebagai contoh, dalam upaya untuk meningkatkan adopsi teknologi energi terbarukan di suatu daerah, kita dapat mengidentifikasi individu-individu yang berpengaruh dalam komunitas tersebut dan melibatkan mereka sebagai "agen perubahan". Dengan mendapatkan dukungan dari opinion leader lokal, kita dapat membangun kepercayaan dan memfasilitasi penyebaran informasi tentang manfaat dan keunggulan teknologi energi terbarukan secara lebih efektif.

Namun, kita juga harus waspada terhadap tantangan yang muncul dalam proses difusi inovasi di era digital. Salah satunya adalah potensi terjadinya perpecahan atau polarisasi dalam suatu komunitas akibat perbedaan pandangan atau resistensi terhadap inovasi tertentu. Kita telah melihat bagaimana media sosial dan platform online dapat menjadi sarana penyebaran informasi yang bias dan memicu perpecahan dalam isu-isu sensitif seperti kebijakan vaksinasi atau perubahan iklim. Dalam situasi seperti ini, pendekatan yang bijak dan inklusif sangat diperlukan. Kita perlu membangun dialog yang terbuka, memfasilitasi diskusi yang konstruktif, dan mengedepankan pendekatan berbasis bukti dalam menyebarluaskan informasi tentang inovasi. Selain itu, kita juga perlu mempertimbangkan aspek keadilan dan pemerataan dalam proses difusi inovasi, memastikan agar manfaat dari inovasi tersebut dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.

Salah satu contoh nyata dari tantangan ini adalah difusi inovasi dalam bidang kesehatan dan teknologi medis. Penelitian yang dilakukan oleh Van den Bulte dan Lilien (2001) menunjukkan bahwa adopsi inovasi medis tidak hanya dipengaruhi oleh upaya pemasaran, tetapi juga oleh pengaruh sosial dan jaringan komunikasi di antara para profesional medis. Dalam konteks ini, kita perlu memastikan bahwa informasi tentang inovasi medis yang berpotensi menyelamatkan nyawa dapat disebarluaskan secara adil dan terbuka, tanpa terhalang oleh hambatan akses atau bias sosial-budaya tertentu.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan aspek literasi digital dalam masyarakat. Di era digital yang semakin kompleks ini, kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara kritis menjadi sangat penting. Literasi digital yang rendah dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah atau tidak akurat, serta memperlambat proses adopsi inovasi yang bermanfaat.

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan literasi digital masyarakat menjadi kunci penting dalam mendukung difusi inovasi yang efektif dan bertanggung jawab. Kita perlu melibatkan sektor pendidikan, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan terkait dalam merancang program literasi digital yang komprehensif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Pada akhirnya, difusi inovasi di era digital bukan hanya tentang penyebaran informasi, tetapi juga tentang membangun lingkungan yang kondusif untuk adopsi, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab. Dengan mengombinasikan pemahaman mendalam tentang teori difusi inovasi, dinamika sosial-budaya, dan pemanfaatan teknologi digital yang tepat, kita dapat mempercepat adopsi inovasi yang mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan global yang kita hadapi. (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini