Harapan pada Anggota DPD Terpilih

Foto Isral Naska
×

Harapan pada Anggota DPD Terpilih

Bagikan opini
Ilustrasi Harapan pada Anggota DPD Terpilih

Salah satu persoalan mendasar yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Minangkabau Sumatera Barat dewasa ini adalah pengabaian institusi tradisional. Tentang pernyataan ini ada dua hal yang perlu dijelaskan, yaitu (1) “institusi tradisional” dan (2) “pengabaian institusi tradisional.”

Institusi tradisional dalam hal ini adalah semua jenis kelembagaan sosial dimana anggotanya diikat oleh perasaan dan tanggung jawab sebagai anggota sebuah komunitas atau kelompok sosial. Institusi tradisional yang paling umum adalah keluarga inti (nuclear family), yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk konteks Minangkabau, terdapat konsep keluarga besar (extended family), yang mencakup, rumah gadang, suku, kampuang, dan nagari.

Urgensi institusi tradisional terletak pada kemampuannya memberikan kontrol sosial atas individu. Kontrol itu dapat mencegah individu melakukan perbuatan yang merugikan dri sendiri dan orang banyak, baik secara moril maupun materil. Pengabaian institusi tradisional adalah gejala sosial dimana penghargaan dan keterikatan orang-orang terhadap keluarga dan masyarakat semakin melemah. Longgarnya ikatan sosial membuat orang-orang semakin mudah bertindak berdasarkan pertimbangan yang individualistis kendatipun merugikan keluarga dan masyarakat. Tindakan-tindakan itu disebut dengan tindakan individualistis (mementingkan diri sendiri) dan asosial (mengabaikan orang lain). Maraknya perilaku LGBT, pencabulan, tawuran, dan korupsi di seluruh tingkatan dan lingkungan belakangan ini adalah hal-hal yang menandakan bahwa pengabaian institusi tradisional itu terjadi.

Pengabaian terhadap institusi tradisonal ini akan melahirkan krisis identitas yang dampaknya baru akan disesali bertahun-tahun kemudian. Pada Mei lalu, penulis bersama rekan-rekan dosen di UM Sumatera Barat menerima lawatan rombongan kelompok konservatif dari Amerika Serikat ke kampus UM Sumatera Barat. Kami berdiskusi tentang berbagai isu. Salah satu hal yang paling mereka sesalkan dari kehidupan modern Amerika Serikat hari ini adalah hancurnya nilai-nilai tradisional kekeluargaan. Salah satu anggota rombongan sampai berkata “jika pada akhirnya saya harus pergi dari Amerika Serikat, saya akan memilih tinggal di negara ini karena nilai kekeluargaan dan kepedulian sosial masih kuat”. Ini adalah gambaran bahwa nilai modernisme dan liberalisme serta pelemahan institusi tradisonal di peradaban Barat disesali pula oleh mereka yang lahir dan tumbuh di negara Barat itu sendiri.

Krisis identitas, yang berawal dari pengabaian terhadap institusi tradisional, adalah akar dari keruntuhan peradaban dan kemanusiaan. Jika ekonomi berkembang pesat, namun terjadi krisis identitas dan hancurnya institusi tradisional, maka ekonomi yang ada adalah ekonomi kapitalis. Itu adalah jenis ekonomi yang tidak mengenal nilai-nilai tradisonal, seperti tolong menolong, kebersamaan dan keadilan. Sebaliknya hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang memiliki modal kuat saja. Sementara yang miskin tetap dan semakin miskin.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa nilai-nilai yang ada pada institusi tradisonal tidak selalu baik. Hal itu dapat dipahami mengingat tidak semua institusi sosial melestarikan nilai-nilai yang membawa kemajuan. Institusi sosial dalam konteks budaya tertentu justru mengajarkan nilai-nilai yang membawa kemunduran seperti fanatisme etnis dan feodalisme. Itulah pentingnya peran agama (Islam) yang menempatkan kebersamaan (komunialitas and tradistionalitas) pada posisi yang moderat. Perlu digarisbawahi bahwa berada dalam kebersamaan adalah sifat alamiah manusia.

Untuk konteks Minangkabau, pelemahan institusi tradisional itu terjadi sejak dulu, sebagai akibat dari interaksi dengan dunia luar. Pemerintahan kolonial Belanda pernah menerapkan politik belah bambu dengan memaksakan berbagai jabatan baru seperti jabatan Tuanku Lareh dan penghulu bersurat. Ini melemahkan peran institusi tradisional yang sudah ada karena memecah kohesi dan koherensi sosial. Pada era orde baru pemerintah pusat memaksakan sistem desa yang membuat fungsi-fungsi adat dalam nagari lumpuh sebagian besarnya, utamanya dalam urusan publik.

Hari ini interaksi masyarakat dengan nilai-nilai modernisme Barat dalam iklim globalisasi adalah pelemahan berikutnya di alam Minangkabau. Salah satu fondasi utama nilai modernisme Barat itu adalah liberalisme dan individualisme. Keduanya dikampanyekan secara masif lewat berbagai media. Upaya-upaya untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional Minangkabau tidak selalu dapat berjalan dengan baik.

Salah satu faktor yang menghalangi pelestarian nilai tradisional di tengah gempuran kampanye modernisme Barat itu adalah peraturan pemerintah dan penerapan hukum positif. Sebagai contoh, perbuatan asusila sekarang tidak dapat benar-benar “dihukum”. Penerapan hukum memunculkan konsekuensi yang mengikat bahwa perbuatan asusila bukan perbuatan melanggar hukum jika dilakukan oleh dua individu dewasa, tidak terikat pernikahan dan dilakukan atas dasar suka sama suka. Masyarakat juga semakin permisif terhadap perilaku tidak sopan generasi muda, khawatir tindakan pelarangan dan pencegahan tertentu akan berkonsekuensi hukum. Hal lainnya adalah pembukaan lahan-lahan tambang yang dalam praktiknya menghancurkan tatanan tradisional dan nilai-nilai kekeluargaan Minangkabau.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini