Emas Salido dan Emas Urai Supayang

Foto Khairul Jasmi
×

Emas Salido dan Emas Urai Supayang

Bagikan opini

Jauh ke belakang 1666 VOC membuka tambang emas pertama di Hindia Belanda. Itulah Salida yang sekarang disebut Salido. Lalu, 250 tahun kemudian 1928 tambang itu ditutup. Katanya: rugi. Saya tak percaya.

Selain Salido juga dibuka 29 tambang emas lainnya, di antaranya Manggani dan Bonjol. Jauh pula sebelum bangsa berkulit pucat ini masuk, di Sumbar sudah ada ratusan tambang rakyat.

Sebuah kapal yang seperti kelelahan merapat di Pulau Cingkuak, Pessel pada 1679. Dari kapal yang entah berapa lama menusuk Samudera Hindia tersebut, turun serombongan orang pria dan beberapa di antaranya wanita. Itulah budak Madagaskar yang akan dipekerjakan tanpa ampun di tambang emas. Tak diberi gaji, hanya makan dan minum. Tidur berkawan nyamuk di barak-barak dalam rimba Salido. Pada 1732 masuk lagi satu kapal membawa budak dari daerah yang sama. Dan budak- budak itu hampir semua tewas dalam lubang tambang. Jenazahnya dimakamkan di sana. Tanpa prosesi.

Selain dari Madagaskar budak dari Minangkabau dan Jawa juga dipekerjakan di Salido. Ketika mereka mandi keringat dalam lubang-lubang sedalam 300 meter, di Amsterdam, para investor berhitung modal dan laba yang akan didapat.

Di mana ada emas di sana ada darah. Salido membuktikannya pada zaman lampau. Juga semua tambang emas di dunia sejak dulu sampai sekarang. Uang, dengan demikian, gelisah ketika dicari, gelisah ketika dibelanjakan.

Bisa jadi kegelisahan itulah yang menyebabkan Beladan datang ke sini bahkan sebagian membawa istrinya. Lalu mereka tak pernah pulang lagi. Jikapun pulang, tak ke sini lagi, kecuali pebisnis petualang.

Di Salido jumlah orang Belanda ketika tambang beroperasi ada 34 orang dan tak semua memegang senapan sundut. Tapi ada yang punya pistol. Kita menyebutnya pistol VOC.

Kita saja di zaman sekarang jika tak ada berada manalah mau bekerja dalam rimba. Kala itu, karena ada emas dari Belandapun mereka datang. Sejak itu, pribumi jadi penonton. Tapi, tidak juga, banyak emas dibeli pedagang urang awak lalu dijual ke Pantai Timur.

Salido atau Gunung Arum adalah sebuah desa yang lengkap kala tambang beroperasi, tapi lebih mentereng Manggani di Limapuluh Kota. Pada awal abad 20, di daerah kita ini pasar semakin ramai. Padang sibuk. Emas muncul, kopi datang, semua berlayar jauh ke Eropa dan Amerika. Pada 1920, pencari emas semakin banyak. Catatan dalam dokumen Demijnbouw Naatschappij Salida Sumatra’s Westkust 1910-1933, terbaca 90 persen emas Hindia Belanda disumbangkan dari Salido dan tambang-tambang lain di Sumatera.

Tapi emas urai dari Supayang, Payung Sakaki lebih banyak.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini