Transparansi dan Partisipasi: Dua Hal yang Selalu Ditinggalkan di Balik Layar Pilkada

Foto Mohammad Aliman Shahmi
×

Transparansi dan Partisipasi: Dua Hal yang Selalu Ditinggalkan di Balik Layar Pilkada

Bagikan opini
Ilustrasi Transparansi dan Partisipasi: Dua Hal yang Selalu Ditinggalkan di Balik Layar Pilkada

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sumatera Barat 2024 selalu digembar-gemborkan sebagai panggung besar demokrasi, lengkap dengan sorak sorai antusiasme publik yang tak pernah surut. Namun, di balik hiruk-pikuk dan janji-janji luhur itu, terselip ironi pahit: kekhawatiran mengenai ketiadaan transparansi dan partisipasi publik yang meluas. Seolah-olah, dalam tiap syukuran demokrasi, yang tersaji bukanlah pesta rakyat, melainkan sekadar pertunjukan elit yang sama sekali tidak menggubris suara dari akar rumput.

Salah satu aspek kritis yang sering dikeluhkan dalam Pilkada Sumatera Barat adalah kurangnya transparansi, terutama berkaitan dengan penggunaan dana kampanye. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah laporan keuangan yang diserahkan oleh kandidat dari tahun ke tahun. Namun, hanya sekitar 60% dari laporan tersebut yang dianggap memenuhi standar audit yang ada.

Dalam konteks pengawasan, lembaga seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sering kali terbatas kapasitasnya untuk melakukan verifikasi dan pengawasan secara menyeluruh. Data dari Bawaslu menunjukkan bahwa dari 100 kasus dugaan pelanggaran yang dilaporkan, hanya sekitar 30 kasus yang dapat diproses dengan tuntas. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas mekanisme pengawasan yang ada.

Di sisi lain, tingkat partisipasi publik dalam pemilihan kepala daerah di Sumatera Barat tampak belum optimal. Meskipun jumlah pemilih terdaftar meningkat dari tahun ke tahun, data partisipasi pemilih menunjukkan tren yang berlawanan. Pada Pilkada tahun 2019, tingkat partisipasi pemilih mencapai 72%. Namun, berdasarkan hasil simulasi Pilkada 2024 yang dilakukan beberapa bulan yang lalu, angka tersebut mengalami penurunan, hanya sekitar 68%. Penurunan ini mengindikasikan adanya masalah yang perlu ditangani untuk meningkatkan keterlibatan pemilih dalam proses demokrasi.

Beberapa faktor yang dapat menjelaskan penurunan partisipasi pemilih tersebut antara lain adalah kurangnya edukasi pemilih dan minimnya akses informasi mengenai profil serta visi-misi calon. Edukasi pemilih yang kurang optimal sering kali menyebabkan masyarakat tidak memahami pentingnya partisipasi dalam pemilihan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Edukasi yang tidak merata dan terbatasnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu dapat mengakibatkan apatisme di kalangan masyarakat. Selain itu, akses informasi yang terbatas tentang para calon juga menjadi kendala utama. Banyak pemilih tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang latar belakang, program kerja, dan visi-misi calon, sehingga mereka merasa tidak yakin atau bahkan tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam pemilihan.

Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa 40% pemilih merasa tidak memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang terinformasi pada hari pemilihan. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan informasi yang signifikan antara calon dan pemilih. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya intensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu, dan media massa, untuk meningkatkan akses informasi dan edukasi politik kepada masyarakat. Peningkatan dalam penyediaan informasi yang mudah diakses, seperti melalui media sosial, website resmi, dan forum diskusi, serta kampanye edukatif yang menjelaskan pentingnya setiap suara dalam menentukan arah kebijakan daerah, sangat diperlukan. Dengan demikian, masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi dan partisipasi pemilih diharapkan dapat meningkat pada pemilihan selanjutnya.

Untuk mengatasi masalah transparansi dan partisipasi dalam Pilkada Sumatera Barat, beberapa langkah penting perlu diambil. Pertama, kapasitas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus diperkuat. Ini mencakup peningkatan sumber daya baik dari segi personel maupun teknologi. Dengan demikian, Bawaslu dapat memastikan semua pelanggaran yang terjadi dapat diproses secara tuntas dan efektif. Peningkatan kapasitas ini juga akan membantu Bawaslu dalam melakukan pengawasan yang lebih menyeluruh terhadap jalannya Pilkada, sehingga dapat mencegah terjadinya kecurangan dan pelanggaran lainnya.

Selain itu, sistem pelaporan keuangan yang lebih ketat perlu diimplementasikan. Sistem ini harus memungkinkan publik untuk mengakses laporan keuangan kandidat secara realtime. Dengan akses ini, masyarakat dapat memantau sumber dana kampanye dan penggunaannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap integritas proses Pilkada. Transparansi dalam hal keuangan sangat penting untuk memastikan bahwa semua kandidat bermain dengan aturan yang sama dan tidak ada penyalahgunaan dana kampanye.

Langkah selanjutnya adalah memperbanyak program edukasi pemilih, terutama di daerah-daerah terpencil. Edukasi ini penting agar pemilih memiliki pengetahuan yang cukup untuk berpartisipasi secara aktif dalam pemilihan. Program ini bisa berupa seminar, workshop, atau sosialisasi langsung di masyarakat. Terakhir, inisiatif dialog publik harus didorong dengan mengadakan debat publik yang lebih terbuka dan forum komunitas. Hal ini akan meningkatkan keterlibatan dan pemahaman publik terhadap isu-isu utama yang dihadapi daerah, serta memungkinkan pemilih untuk mengenal calon pemimpin mereka dengan lebih baik. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan transparansi dan partisipasi dalam Pilkada Sumatera Barat 2024 dapat ditingkatkan secara signifikan.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini