Mastuhu dalam bukunya menguraikan bagaimana asrama pesantren mesti dikelola. Tapi, buku penelitian itu, tak pernah sampai ke pesantren. Yang sampai, harapan tinggi orangtua murid, agar anaknya bisa menjadi ulama. Hari ini, seolah telah: anyuik labu dek manyauak, anyuik kabau dek gubalo. Padahal bisa diambil tindakan bersama blitzekrieng, tindakan cepat untuk kasus-kasus di bawah gunung es yang diduga terjadi di beberapa lembaga pendidikan.
Adalah “arang tacoreng di kening,” akibat kasus guru mandaram 40 santri. Di MTI milik Inyiak Canduang. Kian jauh dari pangkal sejarah, semakin berserak-serak, seperti kelerang jatuh dari kantong bocor, tapi belum bak setangkai rambai dihempaskan.
Saya agak melankolis tentang MTI Canduang yang bukan sekolah saya. Umi saya belajar di sana selama 7 tahun. Karena sejak kecil beliau berkisah tentang sekolahnya, lengket dalam ingatan saya dan adik-adik. Umi bahagia di masa tuanya jika kami ajak ke sekolahnya. Beliau seolah menemukan kembali masa remajanya.
Itulah sebabnya, saya kemudian menulis Novel Biografi Inyiak Canduang, pendiri MTI. Dan karena itu pula, saya ada dalam grup MTI/Tarbiyah/ Perti.
Bahwa kasus hebat telah terjadi, mesti segera disudahi. Dipotong akarnya. Bukan sekali ini saja, tapi sebelumnya sudah banyak santri dan anak sekolah jadi korban atau sasaran LGBT. Karena itu, yang mengerti soal tumbuh kembang anak, ilmu jiwa perkembangan, pendidikan seks, cara bergaul sesama kawan, fikih perempuan, fikih laki-laki, pendidikan seks, pergaulan bebas, yang tahu dengan kaji agama, semestinya bertemu.
MTI Canduang yang berdiri 1928 itu, dibangun dengan semangat bergemuru para ulama kalangan tua yang kemudian meniru beberapa aspek dari kalangan muda, mesti diperbaiki nama baiknya selekas-lekasnya. Para alumni MTI itu dan MTI lain, bertemulah. Pembiaran atau dianggap masalah sudah selesai, adalah malapetaka.
Saya sudah berbincang dengan sejumlah tokoh, termasuk dengan ketua MUI dan wartawan yang bekerja di lapangan. Kesimpulannya: segera tekel, hentikan, cari akarnya. Tentu saja, pihak kepolisian, mesti diberitahu dan dimintai bantuan. Tak ada kerja yang selesai jika sendiri.MTI Canduang adalah salah satu dahan dari sejarah intelektual Minangkabau. Juga menyumbang bagi tumbuhnya tradisi pendidikan Islam di Minangkabau. Para ulama sebelum kemerdekaan telah mengambil peran yang luas dalam perkembangan kemajuan kaum terdidik di daerah kita. Maka, jangah diam sekarang.
“Pa anak jawi,” demikian istilah kita, sudah lama ada, selama istilah itu sendiri. Hal itu, bukan berarti, “ya sudahlah.” Sekarang, mesti seperti kasus Ajinomoto yang puluhan tahun silam, dilanda isu minyak babi. Ketika itu, dalam sekejap oleh manajemen, diselesaikan.
Saya yakin, bisa jika kerisauan adalah milik bersama. Dan yang utama tentu pendampingan para korban.(*)