Pada hari Sabtu tanggal 17 Agustus 2024 kita bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-79. Peringatan hari kemerdekaan ini adalah momentum untuk mentadabburi ulang perihal makna kemerdekaan yang harus kita syukuri dan kita aplikasikan dalam realita kehidupan dewasa ini. Ketahuilah oleh kita sekalian bahwa kemerdekaan adalah rahmat dari Allah Subhanahu wa ta ala, dan kita yakin bahkan haqqul yakin, kalau bukan rahmat dari Allah Subhanahu wa ta ala., tidak mungkin kita bangsa Indonesia mampu merebut dan memproklamasikan kemerdekaannya. Betapa indahnya kalimat tersebut dicantumkan oleh para pendiri bangsa kita dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945:
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemerdekaan yang sedang kita rasakan saat ini adalah jerih payah dan banting tulang serta darah yang mengalir dari para pejuang bangsa kita. Mereka berjuang mengorbankan jiwa raganya, mereka berjuang melawan para penjajah yang tidak hanya merampas hak dan kekayaan tanah air tapi penjajah juga meredam hak bangsa ini untuk menunaikan syariat agama. Mereka para pejuang terutama para kiai, santri dan para tokoh Islam dalam mengusir penjajah, hanya mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa ta ala. Gema suara takbir mereka kumandangkan untuk memicu dan memacu semangat para pejuang mengusir para penjajah bumi pertiwi dengan semangat juang dibarengi juga dengan kekuatan pendanaan dari instrument keuangan islam yaitu dari dana Zakat, dimana zakat telah menjadi salah satu sumber dana untuk kepentingan pengembangan agama Islam sebagaimana syariat Zakat yang termaktup dalam rukun Islam ke-3 diwajibkan kepada harta muslim yang sudah cukup hisab dan haul dan pendisbutrian zakat kepada delapan asnaf sesuai dalam At-Taubah:60, diantara urutan delapan asnaf diperuntukan untuk fi sabilillah. Sebagaimana dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan barat pun dahulu, zakat terutama bagian sabilillah, merupakan sumber dana perjuangan. Ketika satu per satu tanah air kita dikuasai oleh penjajah belanda, pemerintah colonial mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi kebijaksanaan pemerintah kolonial mengenai zakat, peraturan tersebut bertujuan untuk melemahkan (Dana) kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, Pemerintah Hindia Belanda melarang semua pegawai pemerintah dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat.
Kita dapat memaknai bahwa para pendahulu, para pendiri bangsa kita, mereka merekatkan semua elemen bangsa dengan bingkai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Oleh sebab itu mari kita jaga bangsa dan negara ini dengan semboyan Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh, dan mengisi alam kemerdekaan ini dengan pembangunan serta dijiwai nilai-nilai takwa kepada Allah Subhanahu wa ta ala., yang telah menganugerahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Dengan nilai-nilai takwa sebagai inspirasi dan aspirasi dalam mengisi masa kemerdekaan ini, insya Allah keberkahan akan dianugerahkan Allah Subhanahu wa ta ala., kepada kita. Makna berkah ini jangan sampai disepelekan atau dianggap ringan, karena dengan keberkahan inilah semua akan mengandung dan mendatangkan kebaikan serta bertambah kebaikannya. Sebagaimana kata Imam Al-Ghazali bahwa berkah itu adalah ziyadatul khair(bertambahnya nilai-nilai kebaikan).
Bahkan di dalam al-Qur’an disebutkan dengan tegas bahwa Allah berjanji akan menurunkan keberkahan kepada suatu negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat ke-69 yang berbunyi:
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Dari kutipan di atas penulis merangkai dalam polemik yang saat ini menjadi sorotan public dimana adanya kebijakan dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk meminta para anggota Paskibraka secara sukarela melepas jilbab saat upacara pengukuhan paskibraka dan pengibaran sang merah putih pada upacara kenegaraan mengikuti peraturan yang ada. Tampak jelas bahwa menjalankan syariat agama dalam balutan hijab muslimah dalam mengibarkan sang merah putih itu merupakan bentuk ketakwaan kita sebagai hambaNya, dan dalam hal kebijakan BPIP untuk meminta dengan sukarela itu merupakan bentuk pengabaian dalam hak kemerdekaan anak bangsa untuk pengibaran sang merah putih dalam balutan hijab anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan ini dengan balutan ketawaan Hijabnya.
Dalam momentum hari kemerdekaan ini, penulis juga sampaikan gerakan ekononomi Islam dalam barisan KA-FoSSE (Korps Alumni Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam) merupakan wadah bagi para alumni Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) yang secara nasional tergabung dalam organisasi Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI), yang memiliki visi pembumian ajaran Islam dalam bidang ekonomi. Selamat menuju MUNAS IX KA- FoSSE 31 Agustus – 1 September 2024 di Yogyakarta, teruskan rajut Ukhuwah, Dakwah, Ilmiah dalam kajian dan pengembangan Ekonom Islam, pada momentum kemerdekaan ini yang di isi dengan diskusi kebangsaan. “Islam adalah rahmatan lil’alamin dan KA-FoSSEI ingin menjadi salah satu pemeran utama agar prinsip tersebut dapat dinikmati oleh segenap masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi,” Wallahu’ala Bishshawab.(*)