Babak baru drama undang-undang pemilihan kepala daerah, ternyata belum selesai. Belum genap 24 jam Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan membolehkan partai bisa mengajukan calon di pemilihan kepala daerah dengan syarat yang sudah direvisi, ternyata DPR melalui badan legislasi “mengangkangi”. Apa yang dilakukan DPR melawak saja.
Alhasil, tidak hanya masyarakat umum, warganet pun meluapkan kekecewaan sikap baleg DPR untuk hanya mengakomodir sebagian saja keputusan MK. Di mana bagian yang diakomodir dalam revisi UU Pilkada tersebut, DPR hanya mensyaratkan partai non parlemen saja yang bisa mengajukan kepala daerah sesuai keputusan MK.
Sementara itu, harapan masyarakat akan adanya demokrasi yang benar pascaputusan MK menjadi sirna. DPR langsung mengamputasi.
Jagat maya pun geger dengan hal itu. Tak ayal di sejumlah platform media social muncul Gerakan garuda biru sebagai simbol kekecewaan telah “matinya” demokrasi di tanah air.
Seperti diketahui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 memberi peluang bagi partai politik peserta Pemilu 2024 yang tidak meraih kursi di lembaga legislatif dapat mengusung pasangan calon pada Pilkada 2024 asalkan memenuhi syarat.
Semula hanya memberi kesempatan partai politik peraih kursi DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mengusung pasangan calon pada Pilkada 2024 (vide Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015).Pasal 40 ayat (1) menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Namun, persyaratan tersebut telah dianulir majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim MK lantas mengubah Pasal 40 ayat (1) untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan memperoleh suara 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan seterusnya.
Di samping Pasal 40 ayat (1), majelis hakim MK yang menganulir Pasal 40 ayat (3). Pasal ini menyebutkan bahwa dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di DPRD.