Sejumlah aksi tawuran terjadi di Padang, Sumatera Barat dan sudah sangat meresahkan warga. Hal ini miris mengingat aksi tawuran mengindikasikan merosotnya moral remaja di Sumatera Barat khususnya Padang.
Aksi tawuran antar pelajar baru-baru ini terjadi Kembali pada hari Jumat (13/9) di Kawasan Aur Duri. Aksi tawuran ini sangat meresahkan karena terjadi di siang hari dan pelajar-pelajar tersebut menggunakan senjata tajam. Tak hanya menyebabkan kekacauan, aksi ini juga sangat meresahkan warga sekitar maupun pengendara yang akhirnya memilih untuk berbalik arah.
Tawuran yang terjadi pada hari Sabtu (10/8/2024) di area Lubuk Begalung, Padang bahkan menyebabkan tangan seorang remaja (16) putus. Berdasarkan laporan, ada lima kelompok yang terlibat dalam tawuran tersebut dan semuanya merupakan remaja. Lebih jauh, aksi tawuran pada hari Minggu (9/1/2022) di Persimpangan Juanda menyebabkan kematian seorang remaja (17).
Menoleh ke belakang lebih jauh, pada hari Minggu (3/4/2022) terjadi aksi tawuran remaja di 3 lokasi berbeda yaitu Seberang Padang, Ganting, dan Simpang Kalawi. Kenakalan remaja di Padang sudah sampai pada tahap yang memilukan. Siswa yang harusnya sedang menghadiri proses belajar di kelas ternyata tak hanya bolos, mereka bahkan melakukan aksi tercela yang merugikan banyak orang. Aksi tawuran yang dilakukan tak hanya sekedar kenalakan membuat keributan, tetapi sudah menggunakan senjata tajam dan memakan korban.
Hal ini sangat meresahkan warga Padang. Aksi tawuran bahkan terjadi di siang hari. Kenakalan remaja ini bukan lagi sekedar hal yang bisa dianggap remeh. Ada beberapa faktor sosial dan psikologis yang kemungkinan besar merupakan alasan-alasan utama yang membuat remaja sering terlibat tawuran. Yang pertama adalah pengaruh media. Media baik dari permainan online maupun video baik di platform Instagram, tik-tok, maupun youtube yang menampilkan kekerasan atau menglorifikasi kekerasan memberikan contoh negatif.Remaja yang terekspos pada glorifikasi kekerasan terutama dari permainan online dalam jangka waktu lama akan secara naluriah menganggap kekerasan tersebut hal lumrah yang boleh dilakukan. Tak hanya menurunkan semangat belajar dan mengikuti kelas, permainan online dan kecanduan gadget membuat remaja mudah marah dan sulit untuk mengontrol emosi. Ketika bermain permainan online yang terdapat glorifikasi kekerasan ataupun tujuan permainan yang dicapai dengan kekerasan, pemain permainan online mengeluarkan kata-kata kasar dan lebih jauh dapat meluapkan emosi dalam bentuk kekerasan. Tawuran mungkin dianggap tak hanya sebagai tindakan keren, tetapi juga ajang meluapkan emosi yang terpendam. Faktor yang kedua adalah kurangnya pendidikan karakter dan pencarian identitas.
Minimnya tentang pemahaman dan penyaluran emosi yang baik maupun komunikasi yang baik membuat remaja memilih menggunakan kekerasan ataupun mengekspresikan ketidakmampuan menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Pada usia puber, remaja juga seringkali sedang mencari jati diri sehingga ada kemungkinan ingin menunjukkan keberanian dan keunggulan melalui aksi tawuran. Dengan melakukan aksi tawuran, mereka ingin dipandang sebagai sosok yang ditakuti dan dihormati orang lain terutama teman sebayanya.
Pemahaman bahwa tawuran menunjukkan ketangguhan yang memberi posisi dalam kelompok yang ditakuti adalah pemahaman yang salah dan memicu tidak terselesaikannya masalah tawuran di kalangan remaja. Ketidakpastian dari jati diri mendorong remaja untuk membentuk identitas dan respon negative seperti ditakuti yang mereka terima disalahartikan menunjukkan keunggulan dan keunikan. Aksi tawuran juga menunjukkan perlawanan atau pemberontakan dalam diri terhadap aturan sosial yang mengekang. Remaja kemungkinan ingin menunjukkan kontrol atas hidup mereka sendiri melalui aksi tawuran. Faktor ketiga adalah pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial. Remaja yang awalnya tak ingin ikut melakukan aksi tawuran bisa saja mendapat tekanan dari teman yang lain dengan alasan ingin diterima dalam kelompoknya sehingga ikut melakukan aksi tawuran merupakan ajang mendapatkan pengakuan. Lebih jauh, latar belakang yang kurang kondusif seperti kemiskinan ataupun kurangnya perhatian orang tua dapat mendorong remaja terlibat dalam aksi tawuran. Dibutuhkan pemahaman mendalam akan faktor-faktor yang menyebabkan sehingga dapat diambil solusi yang tepat dalam menanggulangi permasalahan ini.(***)