Hasil Quick Count Pilkada DKI menunjukkan jagoan PKS kalah jauh dari calon yang diendorses Anies Baswedan. Suswono yang menjadi wakil Ridwan Kamil adalah kader terbaik PKS, beliau mantan Menteri pertanian. Kekalahan ini diikuti berbagai daerah lain yang merupakan basis PKS.
Kader PKS sekaligus presidennya kalah telak di Jabar. Kekalahan versi Quick Count juga terjadi di Bandung dan Depok yang termasuk kandang PKS setelah Jakarta. Ahmad Syaikhu yang menggandeng anak mantan presiden BJ. Habibi, yaitu Ilham Habibie tak mampu membendung laju suara Dedi Mulyadi. Begitu juga di Depok. Dominasi kurang lebih 20 tahun terakhir kepemimpinan PKS di Depok hancur total saat pilkada serentak ini. Imam dan Ririn yang didukung PKS dan Golkar tak mampu mempertahankan kursi kekuasaan eksekutif di daerah penyangga Jakarta ini.
Rontoknnya PKS di kandangnya sendiri juga terjadi di kota Padang. Kader yang diusung PKS untuk bertarung pilkada di kota Padang menurut hasil Quick Count berada di nomor buncit. Inilah kekalahan yang paling memalukan. Diimpornya Iqbal dari Jakarta adalah pelecehan terhadap kader PKS kota Padang. Seolah-olah tidak ada kader PKS yang terbaik. Padahal PKS adalah pemenang pileg di kota Padang dan ketua DPRD kota Padang berhasil diduduki kader terbaik PKS. Kalau alasanya tidak ada kader yang memiliki elektabilitas tinggi itu artinya PKS gagal melakukan kaderisasi dan menokohkan kadernya di kandangnya sendiri. Kalaupun Mahyeldi menang telak di Sumbar itu bukan karena kehebatan PKS, tapi rakyat Sumbar tidak ada pilihan karena saingan Mahyeldi dinilai masyarakat sebagai orang yang sombong dan memiliki beberapa masalah di Kabupaten Solok tempat beliau menjadi Bupati.
Tentu saja banyak yang prihatin dengan beberapa kekalahan PKS. Hasil ini telah diprediksi banyak pihak. Simpatisan diberbagai platform digital menunjukkan kekecewaanya terhadap PKS yang bergabung dengan KIM. Simpatisan PKS bukan kaleng-kaleng, bukan konstituen yang bisa direbut hatinya oleh serangan fajar amplop 300.000 rupiah. Pemilih PKS umumnya kritis, terdidik, mereka rasional, memiliki literasi politik yang lebih baik dan luas dari simpatisan partai lain. Selama ini pemilih PKS menilai partai ini bisa diharapkan menjaga demokrasi. Simpatisan ini kecewa dengan bergabungnya PKS ke KIM dan dukungan PKS ke Bobby Nasution menantu Jokowi. Yang menyakitkan simpatisan adalah didukungnya Marchel yang notabene non Muslim dan mantan kurir narkoba sebagai wakil Bupati di Tanggerang Selatan walaupun akhirnya dukungan ini ditarik dan Marchel batal maju pilkada.Keputusan dewan syuro yang disebut-sebut sebagai qiyadah yang memiliki ilmu tinggi dan lebih sholeh dibanding kader apalagi simpatisan dituai hari ini. Mungkin iya dewan syuro adalah pimpinan yang berilmu tinggi dan paling alim, tapi bukan berarti simpatisan PKS adalah orang bodoh yang tidak mengerti politik. Dewan syuro punya otoritas menentukan calon kepala daerah, tapi konstituen memiliki suara yang dengan suara itu mampu menggulingkan dominasi PKS.
Dalam ilmu political marketing, partai politik bukan hanya sekedar alat merebut kekuasaan. Tetapi dalam political marketing, partai politik dituntut mampu menciptakan nilai bagi konstituen, mewujudkan kepuasan bagi konstituen dan puncaknya menjadikan konstituen loyal kepadanya. Maka perlu bagi partai politik menjaga kuat idiologi yang diusungnya. Partai politik perlu menjaga kualitias produk politiknya. Karena godaan kekuasaan, PKS lupa menjaga kualitas produk politiknya dan lupa memenuhhi kebutuhan politik konstituetnnya
Setiap keputusan selalu mengandung konsekwensi, setiap konsekwensi selalu bisa diambil pelajarannya. Hukuman ini tentu sangat menyedihkan bagi PKS. Tidak mudah bagi PKS membangun partai hingga sebesar ini. Keringat kader yang ikhlas door to door tanpa bayaran, uang yang kader kumpulkan dari sakunya untuk biaya kampanye, tenaga dan fikiran yang kader berikan untuk membesarkan partai harus berakhir dengan hukuman kekalahan di kendang sendiri. Semoga pilihan melawan arus kebutuhan politik konstituen dapat menjadi pelajaran berharga bagi PKS, agar PKS tidak seperti partai Islam PPP yang tidak memenuhi kebutuhan politik konstituenya akhirnya jatuh dan tidak bisa masuk Senayan pemilu 2024. (*)