Perencanaan Strategis Pertamina dan PLN Dalam Mencapai Swasemba Energi Bangsa

Foto Defiyan Cori
×

Perencanaan Strategis Pertamina dan PLN Dalam Mencapai Swasemba Energi Bangsa

Bagikan opini

(Sebuah Usulan/Sumbang Saran Untuk Menteri ESDM dan Direktur Utama Pertamina)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah tulang punggung salah satu sektor yang meyangkut hajat hidup orang banyak (minyak dan gas bumi/migas dan ketenagalistrikan) dalam mencapai sasaran kemandirian energi atau swasemba energi bangsa yang merupakan misi kedua dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Selain kebijakan melalui peraturan dan per-Undang-Undangan berlaku yang dibutuhkan oleh kedua BUMN terbesar Negara Kesatuan Republik.Indonesia ini, maka perubahan paradigma dan pola pikir (mindset) dalam melakukan transisi energi juga menjadi prasyarat. Sekalipun, telah dan akan melakukan perombakan besar-besaran dalam jajaran direksi dan komisaris Pertamina yang nantinya harus dapat mendukung ke arah pencapaian misi swasemba energi Presiden Republik Indonesia!

Bahkan, jangan sampai kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (sekaligus merangkap Ketua Umum Golkar) ini hanya berkutat pada permasalahan subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan segera diterapkannya. Untuk itulah, kompilasi berbagai kajian akademik yang pernah dilakukan oleh pemangku kepentingan (stakeholders) disektor energi ini harus dikombinasikan secara optimal dengan kebijakan subsidi dan kompensasi BBM secara tepat sasaran. Tidak asal membuat rencana sebatas kebijakan skema subsidi dengan opsi _blending_ (pencampuran) yang memurut beberapa kalangan salah kaprah untuk istilahnya yangmana memadukan antara pemberian barang/jasa dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Sebab, salah satu isu yang pernah dibahas sangat tajam dalam debat calon Wakil Presiden (cawapres) Republik Indonesia (RI) kedua terdahulu (21 Januari 2024) adalah soal pengembangan proyek energi baru terbarukan (EBT). Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres nomor urut 2 menyebutkan, bahwa potensi sumber EBT di Tanah Air yang luar biasa jumlah dan ragamnya bisa mencapai 3.686 gigawatt (GW) berdasar data KESDM. Menurutnya, sumber energi ramah lingkungan tersebut diharapkan mampu meningkatkan perekonomian RI di masa mendatang. Selain itu, pemerintah memiliki sasaran (target) nol emisi karbon atau net zero emission tercapai pada tahun 2060.

Kebijakan ini harus menjadi perhatian serius (concern), bahwa sebagian besar industri keuangan dan perbankan pun mulai menerapkan perbankan berkelanjutan (sustainable banking) atau pendanaan pro energi bersih dan ramah lingkungan guna mendukung sasaran tersebut. Lalu, dukungan kebijakan disektor energi (termasuk tahapan transisi energi fosil ke non-fosil) seperti apakah yang harus diupayakan oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (KESDM) pimpinan Bahlil Lahadalia? Kebijakan mendasar yang harus dirumuskan sebagai perencanaan strategis oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mendukung visi-misi Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto.

Setidaknya ada lima (5) kebijakan perencanaan strategis yang menjadi pokok pikiran untuk KESDM dan Pertamina Group dalam mendukung sasaran program swasembada energinya Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan perencanaan strategis sektor energi ini bisa dirangkum sebagai kebijakan harga non-harga, yaitu:

Pertama, Kebijakan Penetapan Harga (Pricing Setting Policy) harus ada penetapan harga BBM yang lebih konstan atau stabil dari harga patokan minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price) dan bagi hasil kontrak karya sebagaimana yang diwajibkan kepada harga pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara bagi penetapan tarif dasar listrik (TDL). Namun, hal ini juga harus dilengkapi dengan kewajiban BUMN Pertamina untuk mengalokasikan dana melalui harga migas dan BBM untuk pengembangan EBT (EBT's Dues Oil Funding/EDF). Rumusan kebijakan harga yang lebih terjangkau (affordable price) bagi masyarakat mungkin dapat dilakukan dengan mengkaji ulang (review) formula harga yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk menghilangkan beban pajak yang berlebihan.

Kedua, Optimalisasi jalur kritis distribusi BBM subsidi dan promosi secara intensif penggunaan produk BBM bersih dan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas pengawasan berbasis digital. Apabila dipandang perlu, penyaluran atau distribusi BBM subsidi oleh Izin Usaha Niaga (INU) yang berpotensi melakukan penyimpangan dengan pembentukan satuan tugas khusus (satgasus). Langkah ini harus dilakukan secara beriringan dengan aksi korporasi melalui bauran promosi oleh BUMN Pertamina agar peningkatan penjualan BBM bersih dan ramah lingkungan terjadi. Dengan demikian penurunan alokasi subsidi dan kompensasi BBM akan diikuti oleh penjualan BBM non subsidi yang semakin berkontribusi bagi laba Pertamina. Apalagi, Pertamina pada 10 Desember 2024 genap berusia 67 tahun adalah penguasa pasar terkontrol (captive market) yang merupakan mandat konstitusi Pasal 33 UUD 1945.

Ketiga, melakukan akselerasi program peremajaan kilang menuju total konversi serta peningkatan efektifitas dan efisiensi produksi energi dengan kualitas produk BBM terbaik. Untuk mencapai total konversi (untuk mendapatkan jumlah volume produksi BBM dan Petrochemical), maka percepatan peremajaan pembangunan kilang sebuah keharusan (is a must) Peningkatan hasil produksi olahan minyak mentah dan turunannya (seperti petrokimia, aspal dan lain-lain) dari kilang Pertamina otomatis akan berkualitas dan meningkat jika pemerintah dari sektor Hulu memberikan kepastian jaminan pasokan minyak mentah (crude oil). Hal ini tentu akan mengurangi secara bertahap ketergantungan Indonesia selama ini terhadap impor produk BBM yang menguras devisa negara serta menimbulkan defisit APBN berkelanjutan.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini