Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 sudah bisa dikatakan usai. Masyarakat sudah menyalurkan hak pilihnya untuk memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada serentak Nasional 27 November lalu. Hasil rekapitulasi perolehan suara untuk setiap pasangan calon juga sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Namun, bagi sebagian peserta, Pilkada saat ini belum sepenuhnya dikatakan usai. Pasalnya, ada saja yang tidak merasa puas dengan hasil perolehan suara yang sudah ditetapkan oleh KPU secara berjenjang. Mereka yang tidak puas itu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai upaya terakhir untuk meminta keadilan. Maka, bersiaplah Penyelenggara Pilkada untuk menjawab semua dalil-dalil yang dimohonkan pemohon ke MK tersebut.
Terlepas dari dinamika yang menjadi persoalan peserta pemilihan terkait gugat-menggugat ke MK itu, ada pertanyaan yang muncul. Pertanyaan yang bagi sebagian besar orang, penyelenggara Pilkada atau pemerhati demokrasi. Pertanyaannya adalah sudah berkualitaskah gelaran pesta demokrasi daerah kita pada saat ini? Naik atau malah menurun? atau masih menyisakan sejumlah evaluasi. Evaluasi dari sisi penyelenggara Pilkada itu sendiri, peserta pemilihan, masyarakat pemilih hingga pihak-pihak terkait lainnya yang memiliki kontribusi besar untuk mewujudkan Pilkada yang berkualitas dan bermartabat.
Atau barangkali demokrasi kita memang sedang dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja, Ia sudah terluka parah yang memerlukan pengobatan serius dan tindakan cepat agar tidak berlarut-larut dalam penderitaan yang tak berujung.
Semua orang menaruh harapan besar, harapannya adalah setiap perhelatan Pemilu dan Pilkada dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Yaitu tanpa ada kecurangan yang menodai dari makna demokrasi itu sendiri, terlaksana sesuai ketentuan dan aturan dengan mempedomani Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Kemudian, diikuti dengan aturan teknis lanjutan di setiap tahapan Penyelenggaran Pilkada.
Menoleh ke masa lalu hingga Pelaksanaan Pilkada yang baru usai saat ini, perbaikan-perbaikan untuk perwujudan demokrasi yang berkualitas sudah semestinya dilakukan. Mungkin saja upaya perbaikan sudah ada atau pernah dilakukan, namun faktanya masih terdapat kekurangan di sana-sini, sehingga publik menilai ada sesuatu yang harus dibenahi.Banyak faktor yang mempengaruhinya untuk melihat turun atau naiknya kualitas demokrasi. Berkualitasnya pelaksanaan Pilkada tidak semata bersandar pada satu faktor saja atau hanya mengandalkan profesionalisme dari sisi penyelenggara (KPU dan Bawaslu). Dari sisi peserta maupun masyarakat pemilih juga merupakan bagian pondasi utama agar memiliki kesadaran tinggi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang seutuhnya. Ketiga bagian ini (Penyelenggara, Peserta, Pemilih) menjadi sumber evaluasi dalam perbaikan kualitas demokrasi.
Evaluasi : Dari Sisi Penyelenggara
Sebagai penyelenggara atau orang yang diberi amanah untuk melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka tidak cukup sebatas kemampuan untuk menyelenggarakan tahapan Pilkada semata. Disamping mampu melaksanakan tugas-tugas teknis yang diatur, tonggak utama adalah harus kokoh dengan integritas. Menyoal ini, kesadaran tertinggi muncul dalam diri sendiri. Integritas merupakan keutuhan prinsip yang didalamnya tertanam nilai-nilai kejujuran, komitmen dan konsistensi prilaku. Orang-orang yang berpegang teguh pada integritas yang dimilikinya akan mampu menghadang segala bentuk ruang-ruang ancaman, intimidasi ataupun tekanan-tekanan yang tak terelakkan dalam melaksanakan tugas secara professional.
Selanjutnya, evaluasi yang juga tidak kalah penting dari sisi penyelenggara adalah dari sisi kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Para penyelenggara yang hadir saat ini diwarnai dengan beragam latar belakang Pendidikan. Tidak semua pula mendominasi dari ilmu hukum ataupun politik. Diantaranya para penyelenggara diisi oleh sarjana-sarjana Ilmu Pendidikan, Ekonomi, Komunikasi, Agama dan berbagai latar belakang pendidikan lainnya yang tidak begitu relevan dengan jabatan yang diemban. Namun menariknya, ragam latar belakang pendidikan yang tidak relevan tersebut tidak pula seratus persen mampu membuktikan pelaksanaan Pilkada tidak berjalan dengan baik. Jadi, Inti dari sisi peningkatan kapasitas SDM yang dimaksud disini adalah kemampuan personal untuk lebih cepat beradaptasi, belajar dan tekun meningkatkan kemampuan untuk memahami segala aturan yang berkaitan dengan tugas-tugas sebagai penyelenggara Pilkada.