Jeritan Baceprot

Foto Catatan *Cak AT*
×

Jeritan Baceprot

Bagikan opini

"God, allow me please to play music. Why today, many people wear religion to kill the music?". Tuhan, tolong izinkan aku bermain musik. Mengapa hari ini, banyak orang menggunakan agama untuk membunuh musik?

Begitulah jeritan suara dari trio metal asal Garut, Voice of Baceprot (VoB), yang liriknya seperti memohon, tapi sebenarnya menyerang. Dalam "God, Allow Me (Please) to Play Music," mereka bukan sekadar menyanyikan keresahan; mereka seperti sedang memukul gender stereotip dengan palu musik heavy metal.

Mari kita bicarakan Marsya, sang vokalis dan gitaris, yang baru saja masuk "Daftar 100 Wanita Paling Berpengaruh Dunia" versi BBC. Dari seorang gadis Garut yang menggemari genre "suara bising" saat diceramahi gurunya di MTs Al-Baqiyatussolihat, ia melesat menjadi ikon global. Ini seperti membuktikan bahwa, jika suara itu cukup keras —baik secara literal maupun metaforis— dunia akhirnya akan mendengarnya.

Lagu mereka, seperti "God, Allow Me," adalah bentuk protes melawan "toxic perceptions" dan "idealizations abusing our mind." Jika Anda merasa itu berat, jangan lupa mereka melakukannya sambil memetik gitar dan memukul drum dengan kecepatan yang membuat band metal lainnya berkaca-kaca. Suaranya yang berkekuatan ribuan watt memekakkan telinga siapa saja yang mendengarnya, mungkin hingga langit ketujuh.

VoB adalah ironi dalam bentuk seni. Mereka mengenakan hijab —simbol kesalehan dalam budaya konservatif— sementara memainkan riff gitar yang oleh beberapa kalangan dianggap "setan." Tidak mengherankan jika mereka sering disebut "kontradiksi berjalan." Tetapi, seperti yang pernah dikatakan koran internasional New York Times,mereka berhasil membuktikan bahwa "usia, gender, bahkan agama bukanlah halangan untuk berkarya."

Semangat VoB menembus blantika musik dunia bukan dengan makan leha-leha dari piring yang disediakan orangtua. Seperti kutipan Pramoedya Ananta Toer yang mereka gunakan di unggahan media sosial: “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri...” Tentu saja, VoB tidak hanya makan dari keringat mereka; mereka juga meneguk air mata stereotip dan mengubahnya menjadi bahan bakar untuk mendobrak batasan.

Namun, mengapa begitu banyak orang terganggu oleh musik mereka? Bukankah lebih banyak yang bermasalah dengan fakta bahwa mereka perempuan berhijab yang bermain heavy metal, daripada kualitas musik mereka? Marsya, Widi, dan Sitti telah menunjukkan bahwa masalah itu bukan tentang musiknya, tapi tentang pikiran-pikiran yang terjebak di "deep hole of hatred," seperti lirik mereka.

Ketika VoB sudah bisa tampil di panggung Glastonbury Fertival, banyak yang mungkin masih sibuk bertanya: "Apakah pantas perempuan berhijab membawakan lagu-lagu metal?" Namun, pertanyaan itu tidak mengubah kenyataan bahwa mereka tampil di panggung utama Woodsies, menjadi band Indonesia pertama yang menaklukkan festival itu.

Anda tahu, Glastonbury Festival adalah salah satu festival musik dan seni pertunjukan terbesar di dunia, diadakan setiap tahun di Worthy Farm, Pilton, Somerset, Inggris. Festival ini terkenal dengan skala besar, keragaman penampil, dan suasananya yang ikonik. Panggung utamanya, Pyramid Stage, menjadi tempat bagi artis-artis kelas dunia dari berbagai genre, mulai dari rock, pop, hingga metal.

Namun, Glastonbury bukan hanya soal musik; festival ini juga menampilkan seni pertunjukan, teater, komedi, dan instalasi seni, menjadikannya pengalaman budaya yang lengkap. Tampil di Glastonbury adalah prestasi besar bagi musisi, karena festival ini menjadi tolok ukur pengakuan internasional dan apresiasi yang tinggi dari komunitas seni global.

Mentawai
Bagikan

Opini lainnya
Terkini