Denny JA Semakin Berkibar di Tengah Kritikan

Foto Rizal Tanjung
×

Denny JA Semakin Berkibar di Tengah Kritikan

Bagikan opini

Kritik yang dilontarkan oleh Doddi Ahmad Fauji tidak serta-merta menggugurkan posisi Denny JA sebagai penyair esai. Ada beberapa alasan mengapa kritik tersebut tidak mampu mengubah status tersebut:

Menulis dan menciptakan karya sastra, termasuk puisi esai, adalah hak setiap individu. Kritik, sekeras apa pun, tidak dapat menghapus status seseorang sebagai penyair. Gelar tersebut lebih ditentukan oleh konsistensi berkarya dan penerimaan dari pembaca serta penikmat sastra.

Kritik Doddi adalah bagian dari tradisi polemik di dunia sastra. Kritik seperti ini tidak “menghapus” karya atau gerakan yang telah ada, melainkan memperkaya diskursus sastra. Justru, perdebatan ini menciptakan dinamika yang menyoroti relevansi puisi esai di dunia sastra.

Denny JA memiliki pendukung, sumber daya, dan jaringan yang solid. Meski mendapat kritik tajam, ia tetap memiliki ruang untuk memproduksi dan mempromosikan karya-karyanya. Bagi sebagian pihak, gerakan puisi esai dipandang positif, terutama dalam hal pendanaan dan eksposur.

Sejarah sastra dipenuhi perdebatan besar, seperti polemik antara sastra populer dan sastra serius. Namun, karya dan pengarang di balik polemik tersebut tetap bertahan. Kritik bukanlah akhir dari sebuah gerakan, melainkan bagian dari perjalanan sejarah sastra.

Kritik Doddi lebih berfokus pada aspek moral dan etis gerakan puisi esai, bukan pada kualitas karya secara langsung. Status “penyair” tidak bergantung pada pengakuan individu tertentu, melainkan pada proses kreatif dan penilaian publik yang lebih luas.

Puisi esai Denny JA telah menarik perhatian besar. Namun, penerimaan estetisnya masih menjadi perdebatan. Sebagian kalangan sastra menganggap karya tersebut cenderung sebagai kampanye daripada memenuhi standar “seni murni.”

Sebagai penggagas puisi esai, Denny JA mencoba memperkenalkan format baru yang memadukan narasi cerita dengan puisi, dengan fokus pada isu-isu sosial seperti diskriminasi, kemiskinan, dan LGBT. Tema-tema ini relevan, tetapi tidak lepas dari resistensi di masyarakat konservatif Indonesia.

Meski demikian, kritik terhadap puisi esai lebih banyak diarahkan pada metode promosi dan aspek etisnya. Klaim Denny JA bahwa puisi esai adalah “genre baru” dalam sastra Indonesia dianggap tidak proporsional dibandingkan penerimaan karya tersebut dalam dunia sastra.

Salah satu hal yang sering diperdebatkan adalah pendekatan marketing Denny JA dalam mempromosikan puisi esai. Banyak kritikus menilai bahwa promosi yang masif dengan hadiah besar dan klaim sepihak mengenai pengaruh puisi esai justru menutupi ruang kritik yang sehat.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru