Oleh karena itu, dalam rangka mendukung Indonesia Emas 2045 perlu energi yang besar untuk mencapainya secara bersama-sama sesuai perintah konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945. Negara maju saat ini memiliki indikator konsumsi listrik 2.500 kWh/kapita/tahun menjadi bagian penting program transisi energi. Konsumsi tersebut memerlukan energi domestik yang banyak untuk menopang perekonomian negara maju. Tentunya kebijakan ini harus diiringi dengan pemensiunan alamiah (Natural Retirement), dan bukan terburu-buru diawal (Early Retirement) PLTU sehingga dapat digantikan dengan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hingga 2060.
Program transisi energi yang telah dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) seperti elektrifikasi pertanian (Electrifying Agriculture) telah cukup berhasil dan konsumsinya melambung sehingga terjadi pengurangan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Konsistensi dan perluasan program inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah menuju sasaran swasemba energi dan pangan nasional mendukung visi-misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Perluasan ini tentu dengan mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri, seperti melakukan elektrifikasi sektor perikanan dan kelautan (Electrifying Marine), penggunaan kendaraan bermotor dan kompor listrik (Electrifying Vehicle and Stove/EVS) yang arahnya pada pengurangan konsumsi BBM dan LPG.Semoga kasus antrian konsumen elpiji 3kg yang kesandung pengecer ini bisa menjadi hikmat bagi pemerintah dan masyarakat. Dan, melalui kebijakan pemihakan (affirmative policy) pemerintah mampu mengakomodasi program elektrifikasi yang sedang melambung melalui kebijakan energi dan transisi energi pro SDA dalam negeri (inward looking) yang kondusif. Dengan demikian, impor minyak dan gas bumi utamanya bahan baku produk elpiji 3kg yang menguras devisa negara akan semakin berkurang dan permasalahan serta polemik kebijakan subsidi elpiji 3kg dapat teratasi. (*)