Mahasiswa, Militer, dan Demokrasi: Pilar Kebijakan yang Seimbang

Foto Oleh: Abdul Aziz
×

Mahasiswa, Militer, dan Demokrasi: Pilar Kebijakan yang Seimbang

Bagikan opini
Ilustrasi Mahasiswa, Militer, dan Demokrasi: Pilar Kebijakan yang Seimbang

Hubungan antara demokrasi dan peran militer dalam pemerintahan selalu menjadi perdebatan yang kompleks di berbagai negara. Demokrasi mengutamakan supremasi sipil dalam pengambilan kebijakan, sementara militer memiliki tugas utama dalam menjaga stabilitas dan keamanan negara. Indonesia telah mengalami transformasi politik yang signifikan sejak Reformasi 1998, di mana salah satu perubahan mendasar adalah penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan penguatan supremasi sipil dalam sistem pemerintahan. Meskipun demikian, dalam beberapa kondisi tertentu, peran militer tetap dianggap strategis, terutama dalam menghadapi ancaman terhadap stabilitas nasional, baik dalam bentuk ancaman eksternal maupun internal, termasuk dalam konteks pemberantasan korupsi.

Dalam banyak kasus, pemerintahan di negara berkembang sering kali menghadapi tantangan dalam menegakkan supremasi hukum. Korupsi yang mengakar di berbagai sektor birokrasi menjadi salah satu hambatan utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Samuel P. Huntington dalam The Soldier and the State (1957) menekankan bahwa militer memiliki karakteristik yang memungkinkan mereka bertindak cepat dan tegas dalam situasi krisis. Disiplin yang tinggi, struktur komando yang jelas, serta minimnya pengaruh politik partisan menjadikan mereka sebagai institusi yang dapat memainkan peran strategis dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi. Namun, peran tersebut harus tetap dibatasi agar tidak mengganggu keseimbangan demokrasi.

Di beberapa negara, militer telah digunakan sebagai alat untuk mempercepat proses reformasi hukum dan pemberantasan korupsi. Di Tiongkok, Xi Jinping memanfaatkan militer sebagai bagian dari kampanye antikorupsi, yang berhasil menindak sejumlah pejabat tinggi yang terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan (Shambaugh, 2016). Dalam konteks Indonesia, upaya pemberantasan kejahatan ekonomi dan mafia tanah juga telah melibatkan unsur militer untuk memastikan stabilitas dan efektivitas penegakan hukum. Namun, penerapan kebijakan ini tetap menuai pro dan kontra, terutama terkait dengan prinsip supremasi sipil dan potensi penyalahgunaan wewenang oleh institusi militer.

Supremasi Sipil dan Batasan Kewenangan Militer

Dalam sistem demokrasi, supremasi sipil merupakan prinsip fundamental yang memastikan bahwa kebijakan negara dikendalikan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis, bukan oleh kekuatan militer. Peter D. Feaver dalam Civil-Military Relations (1999) menegaskan bahwa hubungan sipil-militer yang sehat harus berlandaskan prinsip civilian control of the military, yang berarti bahwa pemerintah sipil harus memiliki otoritas penuh dalam kebijakan pertahanan dan keamanan nasional. Hal ini bertujuan untuk mencegah keterlibatan militer dalam politik praktis, yang dapat mengarah pada otoritarianisme atau militerisme dalam pemerintahan.

Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak membuka peluang bagi dominasi militer dalam politik. Reformasi hukum yang melibatkan peran militer dalam bidang-bidang tertentu, seperti penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Transparansi dalam anggaran pertahanan dan kebijakan militer juga harus ditingkatkan untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di dalam institusi militer itu sendiri.

Selain itu, profesionalisme militer harus terus diperkuat dengan menanamkan nilai-nilai netralitas politik serta komitmen terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Pendidikan dan pelatihan bagi personel militer harus mencakup pemahaman yang mendalam tentang supremasi sipil dan pentingnya menjaga jarak dari dinamika politik domestik. Dengan demikian, peran militer dapat tetap difokuskan pada tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara tanpa mengancam prinsip-prinsip demokrasi.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, keterlibatan militer dapat diterapkan dalam batasan tertentu, seperti memberikan dukungan keamanan bagi lembaga penegak hukum atau membantu dalam operasi khusus yang melibatkan ancaman terhadap stabilitas nasional. Namun, pengambilan keputusan strategis harus tetap berada di bawah otoritas sipil. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh individu atau kelompok tertentu dalam institusi militer yang dapat merugikan demokrasi.

Peran Mahasiswa dalam Membangun Opini Publik dan Mendukung Kebijakan Pemerintah

Mahasiswa memiliki peran strategis dalam membangun opini publik serta mendukung kebijakan pemerintah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa tidak hanya berperan dalam lingkungan akademik, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan politik. Dengan kapasitas intelektual yang dimiliki, mahasiswa dapat berkontribusi dalam menciptakan opini yang lebih objektif dan berbasis data sehingga kebijakan yang dibuat pemerintah memperoleh legitimasi publik (Huntington, 1996).

Bagikan

Opini lainnya
Terkini