Islam adalah agama yang membawa kedamaian, keseimbangan, dan kegembiraan bagi pemeluknya. Lebih kurang itulah yang disampaikan Prof. Haedar Nashir dalam silaturahminya dengan rekan media pada Selasa, 25 Maret 2025, di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta menegaskan bahwa Islam harus hadir dalam kehidupan masyarakat dengan penuh kegembiraan, tanpa sikap berlebihan yang justru menghilangkan esensi rahmatan lil ‘alamin. Pernyataan ini memiliki relevansi yang mendalam, terutama bagi masyarakat Sumatera Barat yang dikenal memiliki tradisi Islam yang kuat dan budaya musyawarah yang kental. Namun, dalam praktiknya, sering kali ajaran Islam dipahami secara kaku sehingga menciptakan ketegangan sosial dan polarisasi di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk kembali menggali esensi Islam yang menggembirakan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks Sumatera Barat, nilai-nilai Islam yang moderat dan penuh kebersamaan sejatinya telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat. Konsep adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) menjadi landasan utama dalam mengelola kehidupan sosial dan pemerintahan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan baru muncul dalam bentuk radikalisasi pemikiran, perpecahan sosial, serta kurangnya ruang dialog antar-elemen masyarakat. Jika tidak segera disikapi dengan pendekatan yang tepat, hal ini dapat merusak harmoni yang telah terjalin sejak lama. Oleh karena itu, ajakan Prof. Haedar untuk menghadirkan Islam yang menggembirakan harus dijadikan momentum untuk memperkuat kembali persatuan dan semangat kebersamaan dalam bingkai Islam yang penuh kasih sayang.
Islam yang Menggembirakan: Fondasi Masyarakat Sumatera BaratSumatera Barat, sebagai daerah dengan mayoritas penduduk Muslim dan budaya Minangkabau yang berlandaskan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK), seharusnya menjadi contoh bagaimana Islam yang menggembirakan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kegembiraan dalam beragama bukan berarti melupakan nilai-nilai keseriusan dan ketegasan dalam menjalankan ajaran Islam, tetapi lebih kepada menghadirkan suasana yang penuh kedamaian, toleransi, dan semangat membangun.
Dalam konteks sosial, banyak masyarakat yang masih terjebak dalam pola keberagamaan yang rigid, kaku, dan penuh ketegangan. Fenomena ini dapat kita lihat dalam berbagai perdebatan keagamaan yang sering kali lebih menitikberatkan pada perbedaan ketimbang persamaan. Di Sumatera Barat, hal ini terlihat dalam isu-isu yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial, pendidikan, hingga politik. Sering kali, pendekatan yang digunakan cenderung eksklusif dan kurang membangun dialog yang sehat antar-elemen masyarakat.
Pentingnya Dialog dan Musyawarah dalam Menjaga Keharmonisan