Ada Saja yang Senjang di Matanya

Foto Harian Singgalang
Ă—

Ada Saja yang Senjang di Matanya

Bagikan opini

Khairul JasmiDi sungai, mana yang arus utama? Yang di tengah. Arusnya banyak dan deras. Coba perhatikan di tepi-tepinya, kiri dan kanan, ada air yang berputar-putar di saja saja, kadang berbalik mudik, lalu berputar lagi. Di sana ada beberapa ranting hanyut, yang seperti terjebak. Mungkin juga ada jilatang  dengan akar-akarnya terapung-apung.

Seperti itulah opini berkembang. Opini arus utama, melaju ke hilir, yang kiri kanan tadi heboh dan sibuk berputar-putar saja. Menyapu-nyapu rumput yang terjuntai. Ini menurut Ketua Dewan Pers M Nuh, disebut ekstrimitas kiri dan ekstrimitas kanan, sedang arus utama dinamai meanstrem. Inilah yang disebut Teori Kurva Normal.Teori Kurva Normal yang saya kenal diperbaiki oleh Nuh, dengan demikian pemahaman saya makin kuat akan teori ini. Intinya ada mayoritas orang yang paham masalah, kira-kira 80 persen, sisanya 10 persen di kiri dan sebanyak itu pula di kanan, tak mau mengerti. Contoh: Covid 19, yang anggap konspirasi di Indonesia 17 persen. Kata Nuh, pandangan yang 17 persen itu takkan berubah. Di Sumbar kenapa 39,9 persen? Entah.

Ekstrimitas ini dalam bahasa Minang yang sudah jadi bahasa Indonesia disebut madar. Dalam ungkapan dikelompokkan pada orang yang "bacupak surang."Saya berkeyakinan, kelompok ekstrimitas itu bisa berkurang, sebab manusia tidak statis, meski sudah pasti, kurva normal, selalu ada dua kaki, tanpa itu namanya bukan kurva normal. Karena itulah dan karena sifat kewartawanan, saya cenderung suka memperhatikan saja. Berbagai kurenah kawan-kawan saya dalam informasi ekonomi, sosial, terutama keagamaan, hukum dan politik.

Maka lihatlah percakapan di WAG, pasti ada anggota grup yang negatif saja melihat keadaan. Ada yang ikut-ikutan. Ondong ayia, ondong dadak, main ikan, main garundang, awak talongsong, urang tagak. Kambang jalo tidak cukup, galuak-galuak ketek, dia ikut pula dalam pusaran air di tepi sungai. Lalu yang terjadi: alek sudah, tali mik digulung, dia masih sibuk sendiri. Ketika itulah, " masalah ada dalam pikiran," bukan di grup WAG.Orang semacam ini, akan mengelompok dengan sendirinya. Seide, seirama, lalu berhanyut-hanyutlah dia di arus kiri kanan sungai tadi. Di sana-sana saja.

Itulah pemahaman saya tentang jumbai-jumbai Teori Kurva Normal. Dalam pemahaman yang sama, kelompok ini akan selalu ada. Jadi biarkan saja, sebab kalau dilawan, awak pula yang akan sansaiBegitulah kurva normal, seperti tungkus limpiang tak lain gambaran dari keseharian manusia yang tak mesti sama. Berbeda tapi dalam sungai yang sama. Dalam sungai yang sama tapi paham berlainan. Ini manusiawi belaka. Itulah sebabnya tak usah memaksakan kehendak pada orang lain. Bukankah dalam sebuah kelas ada anak yang pintarnya minta ampun dan yang 10 besar. Ada yang bodoh. Yang terbanyak, arus utama, hampir se isi kelas.

Yang susah: jika arus utama sekadar mengalir saja ke muara, tanpa bermanfaat bagi orang lain. Dia diam saja jika ada masalah, tapi kalau urusannya terganggu, dia marah. Tapi, ada juga, dia salah tafsir, dibilangnya, " orang pintar kenapa diam saja melihat bangsa ini sudab terpuruk"Tunggulah saatnya, kata dia. Lalu orang ini marutok-rutok saja melihat keadaan. Batuka bana gubernur, nasib wak ka co iko juo. Demikianlah kalau, " masalah ada dalam pikiran" ada saja yang senjang di matanya. (*)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru