Sekolah dan Jendela Medsos

Foto Harian Singgalang
×

Sekolah dan Jendela Medsos

Bagikan opini

Di jendela medsos saya, muncul foto-foto hari pertama sekolah. Orangtua megantar anaknya pada hari itu, sejak TK sampai SMA. Seragam baru, serupa anak sekolah yang terlihat di pelataran Masjidil Haram itu.Ini adalah bagian perjuangan hebat setelah zonasi yang luwar biyasah di Padang.

Banyak yang luar biasa di negeri ini, semisal polisi tembak polisi di rumah polisi.Atau ada yang mengaku wartawan mencuri kotak amal. Juga harga sawit yang tambin.

Sekolah adalah gerbang menuju jendela dunia. Jendelanya saja cukuplah. Tapi, sekolah hari ini adalah bisnis yang tak lapuk dimakan zaman. Bisnis apa? Apa saja, misal buku.Sekolah sekarang tentu lembaga pendidikan yang hebat, menjanjikan masa depan, yang entah apa. Yang penting sekolah dulu.

Pada zaman lampau sekolah adalah pemicu tumbuhnya kaum terdidik Minangkabau.Jauh ke belakang, seusai Perang Paderi,

Baca juga: Libur Panjang

Surau-surau dibangun kembali dengan puluhan ribu murid. Sementara itu, Belanda memperlebar jalan dagang di Minangkabau dgn maksud mudah dikendalikan.Tak lama kemudian hadir jaringan kereta api. Jalan dan kereta api ternyata mempermudah anak nagari mengakses kota. Di kota tumbuh sekolah-sekolah Belanda terutama di Padang Bukittinggi Padang Panjang yang bangunannya kemudian dibuat dengan semen yang dibuat di daerah sendiri. Jalan, rel, semen, pelabuhan, mengubah atau setidaknya mempermantap perkembangan peradaban.

Pelajar-pelajar di sekolah Belanda mengubah cara pandang Minangkabau akan pendidikan, apalagi anak muda terdidik di surau. Pada akhir abad 18 ulama-ulama muda Minang silih berganti datang ke Mekkah dan bermukim di sana. Ulama itu belajar pada Ahmad Khatib orang Minang yang sudah bermukim di sana sampai wafat 1916.Semua muridnya di Nusantara mendirikan madrasah atau sudah punya sebelumnya. Hampir semua ulama besar Minang adalah mirid ulama ini.

Pada awal abad 20 muncul dialektika antara sesama murid Ahmad Khatib dan bukan tentang Islam tradisional (tua) dengan kalangan modernis (muda).Kutub modernis dipegang Dr Karim Amrullah ayah Hamka, Dr Abdullah Ahmad, Inyiak Jamil Jambek dengan ulama-ulama beken lainnya seperti Syekh Ibrahim Musa dan Syekh Abbas Padang Japang. Kutub Kaum Tua dipegang Syekh Sulaiman Arrasuli, Buya Jamil Jaho, Buya Saad Mungka dll.

Hapir tiap ulama punya madrasah. Madrasah itu menerbitkan majalah dan surat kabar untuk menyalurkan tulisan pada ulama, cendikiawan muslim dan menjawab pertanyaan umat.Koran-koran umum bermunculan pula dengan yang terhebat ada di Padang Panjang.

Sementara itu, jalan yang bagus rel kereta api yang bagus ada pelabuhan, belum cukup. Pada 1910 muncul pabrik semen dan itu mengubah atau minimal memicu kemajuan. Muncul bangunan-bangunan hebat yg pakai semen, hadir jembatan yang banyak, sekolah yang kokoh, pasar yang baik. Kota Padang dalam 10 tahun saja berubah wajah, apalagi sawahlunto telah tumbuh dengan bangunan-bangunan mencengangkan.Pelabuhan membuka pintu utk belajar ke Belanda. Belajar ke Belanda didorong oleh guru-guru sekolah Belanda, oleh kaum kerabat sampai ada pengumpulan beasiswa. Demikian juga semangat belajar ke Mekkah sama kuatnya

Ketika mereka pulang atau tak pulang secara fisik, pengaruhnya luar biasa di bidang agama, ilmu serta kesusasteraan. Penerbit utama Balai Pustaka selama puluhan tahun dikuasai anak Minang.Perdebatan politik dan tentang negara masa depan dikuasai anak Minang. Urusan agama dikuasai anak Minang

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini