Menarik Rapat Bulanan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), di Kantor Badan Kesbangpol Sumatera Barat, Senen siang, 25 Juli 2022.Seperti biasa rapat bulanan menampung, merecord dan menganalisis laporan anggota FKDM, mendeteksi isu strategis yang berpotensi konflik bahkan berpotensi ATHG (Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan) bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dari daerah.
Cukup banyak isu aktual dan strategis per-Juli tahun 2022 ini, di antaranya isu pembebasan lahan bagi kelanjutan jalan tol Padang – Pakanbaru yang menjadi priotiras Pemrov Sumatera Barat tahun ini. Juga yang paling menonjol isu di balik berita terbaru nusantara tentang ABS SBK dalam tafsir politik. Fenomena ini justru sarat muatan politik, mencuat setelah ABS-SBK diamanahkan pada Pasal 5 huruf C UU Provinsi Sumatera Barat 2022 menggantikan UU No.61 Tahun 1958. Padahal ABS-SBK itu tidak lain adalah tafsir adat sebagai sumber nilai luhur bangsa dalam kebhinnekaan.ABS-SBK Aturan Adat Sejak 1403
Tafsir politik terhadap ABS-SBK dalam berita nusantara tadi terasa “liar”. Syukur dengan nilai dasar Minang genius dalam kecerdasan emosional (raso, rasa dibawa naik) dan kecerdasan intelegensi (pareso/ periksa/ pikir dibawa turun), tidak jadi berhiba hati orang Minang dengan komentar liar itu, tidak merasa terusik, meski rada-rada “tagaduah, terganggu”, karena sudah disimpangsiurkan maksud dan makna ABS-SBK itu.Karenanya, ABS-SBK jangan ditafsirkan kemana-mana lagi. Kembalikan ke makna semula sebagai filosofi dan kode prilaku masyarakat adat di nagari-nagari Minangkabau – Sumatera Barat. Justru Ketika menyebut “adat salingka (selingkar) nagari”, maka secara stuktural aturan adat Minang itu adalah sesuai (tidak bertenangan) dengan ABS-SBK itu. Bukan sebaliknya ABS-SBK sebagai perinsip adat sebatang Panjang Minang yang harus sesuai dengan Adat Salingka Nagari.
Selama ini (sejak Mei 1403) ABS-SBK itu sudah dipakai masyarakat adat dalam beradat. Di dalam ABS-SBK itu justru mengamanatkan tiga hukum yang bersinergi dipakai sejak tahun 1403, disebut sebagai “tali tiga nan sepilin (TTNS) dalam pemajuan adat di garda terdepan menjalankannya adalah sinerji tiga fungsionari pemangku adat dalam system “tungku tiga sajarangan”.Pertama tali (hukum) syara’ tidak lagi dibuat orang Minang, tetapi sebagai masyarakat adat tinggal lagi memakainya saja hukum fiqh seperti hukum kewarisan.
Kedua tali (hukum) adat , itu dia yang perinsip-perinsipnya terhimpun dalam ABS-SBK yang terdiri dari 15 pasal 90 ayat dipakai sebagai masyarakat adat.Ketiga adalah tali (hukum) negara yakni segala bentuk regulasi atau peraturan perundang-undangan negara yang sudah ada dan akan dibuat negara, yang disebut Minangkabau sebagai hukum akal.
Artinya, ABS-SBK menggariskan hukum negara menjadi kekuatan hukum mengatur masyarakat adat sebagai warga negara. Mesti taat hukum. Bahkan Syekh Sulaiman Arrasuli dalam bukunya Pedoman Hidup Orang Minangkabau seperti saya tulis dalam disertasi doctor saya, menyebut siapa yang melawan hukum negara ini sanksinya gila.Historis ABS-SBK sebagai Undang Adat, Bukan Konsep BaruSeperti tadi disebut, ABS-SBK bukan baru, tapi sudah lama. Adalah sumpah sati moyang Minangkabau dalam beradat yang kemudian menjadi filosofi adat MHA Nagari-nagari di Minangkabau.Sumpah sati diikrar dalam pertemuan pemangku adat di Puncak Pato Bukit Marapalam, dalam wilayah Tanah Datar sekarang. Pertemuan di puncak Pato Bukit Marapalam itu, diinisiasi dan dilaksanakan dua tokoh pemangku pucuk adat ialah Sutan Bakilap Alam dan Datuak Bandaro Putiah di Kerajaan Minangkabau di Pagaruyung, pada Mei 1403.
Hasil pertemuan itu disebut Undang Adat Minangkabau yang isinya Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Dan, moyang bersumpah sampai ke cucu kemanakan untuk melaksanakannya dengan baik.Sumpah (janji) moyang Minang itu berat, Ketika tidak dilaksanakan ABS-SBK itu mengundang kutukan Tuhan YME, maka masyarakat adat generasi sekarang sekarang wajib mengisi janji moyangnya itu agar tak dimakan sumpah yakni dilaknat. Artinya tidak melaksanakan sumpah dalam masyarakat adat, akan dikutuk.
Karenanya, sampai sekarang secara adat Minang, ABS-SBK tidak perlu dipersoalkan lagi.ABS-SBK sudah final sebagai undang adat sejak 6,5 abad yang lalu, meskipun “pelaksanaannya” yang belum final sampai sekarang, karena berhadapan dengan behavior (perilaku, sulk).
Namun disadari di mana pun di dunia ini di negara maju sekalipun, nilai adat itu tetap terkendala perubahan perilaku. Artinya nilai (adat) itu tidak berubah dan tidak bergeser, yang berubah dan bergeser itu adalah perilaku.Karena perubahan perilaku itu, maka ABS-SBK itu sepanjang sejarahnya senantiasa direaktualisasi. Pelaksanaannya oleh masyarakat adat dikuatkan oleh Pemdaprov dengan mengamanatkannya dalam perumusan visi pembangunan daerah, diikuti dengan Tindakan perumusan dan penerbitan buku butir-butir nilai pelaksanaan ABS-SBK itu, di samping juga dibuat masyarakat adat pedoman implementasi ABS-SBK itu dikoordinasikan Bundo Kanduang tahun 2006 dan oleh LKAAM tahun 2010. Bahkan di Padang sejak lama, sudah ada kegiatan pembunan adat budaya dalam bentuk pernilaian Keluarahan Pelaksana ABS-SBK, yang saya sendiri termasuk salah seorang juri penilainya.