PADANG – Widya, seorang perempuan berusia 40 tahun dari Gunung Pangilun. Saban hari, dia bekerja di balik kostum badut. Mencari perhatian pengguna jalan yang melintasi Jembatan Siteba, Padang. Sambil bergoyang atau melambai-lambaikan tangan, ia mencoba untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat.Sesekali ada orang baik hati menghampiri memberikan sedikit sumbangan. Widya pun kemudian mengucapkan terima kasih dengan memberikan lambaian tangan. Ada atau tidak orang yang memberikan sumbangan, tidak mematahkan semangatnya untuk mencari nafkah.
Baginya, menjadi badut adalah pekerjaan untuk menghibur orang –orang yang lewat.Menghibur siapa saja terutama agar tetap tersenyum menghadapi dunia. Ibu empat anak ini percaya, menjadi badut barangkali menjadi salah satu jalan untuk lepas dari kesulitan ekonomi.“Saya menjadi tulang punggung keluarga dalam menghidupi anak-anak. Bapak anak-anak sudah tiada,” ujarnya saat ditemui Singgalang, Selasa (11/10).
Selain menjadi badut, ia bekerja dilaundry. Menjadi badut ini adalah kerja sampingan. Hasilnya cukup lumayan untuk tambahan belanja dan biaya sekolah anak-anak.Bekerja membadut ia mulai jam 14.00 WIB sampai 17 .00 WIB. Adapun kostum yang dipakai adalah sewaan. Untuk penyewaan per harinya ia membayar Rp50.000.
Widya hampir tiap hari mencari nafkah menjadi badut. Saat menjadi badut, Widya dapat ditemui di jembatan Siteba.“Bermandi peluh pak. Kalau tidak begini harus bagaimana lagi saya menghidupi anak-anak. Biarlah begini asal anak-anak bisa dikasih makan,” kata Widya sambil menyeka peluh di kening.
Penghasilan yang didapatkan tiap harinya dari menjadi badut tidak menentu. Kadang Rp60 ribu sehari. Bahkan jikala bagus rezeki, bisa sampai Rp100.000.“Bersyukur ya pak. Ada yang baik hati,” katanya.
Terkadang sehari ada dapat rezeki, terkadang besok-besoknya tidak dapat rezeki. Namun demikian tidak mematahkan semangatnya untuk mencari nafkah.Selain menyapa siapa saja yang lewat, Widya kerap juga dimintai berfoto. Ia pun melayaninya dengan ikhlas. Diberi atau tidak ia tetap menyanggupi berfoto.“Kalau suka dukanya selama jadi badut itu ya kena hujan dan panas. Kalau sudah hujan, ya kostum basah, tak bisa bekerja. Kalau panasnya bisa basah saya bermandi peluh,” katanya tersenyum.Kadang ia merasa sedih juga, ada segelintir orang yang mengejek pekerjaan menjadi badut itu. Tapi ejekan itu tidak menyurutkan semangat. Tapi menjadi pemantik untuk makin giat bekerja.
“Biar orang bicara apa, saya tak peduli. Demi anak-anak,” katanya.Dia percaya sudah jalannya untuk waktu sekarang menjalani pekerjaan yang penuh peluh sepanjang hari di balik kostum badut. Mungkin besok atau lusa datang kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. (wahyu)
Editor : Eriandi