PADANG - Tim Survey dan Pemantauan Udara Universitas Negeri Padang yang ditugaskan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian UNP melakukan kegiatan Pengabdian dalam rangka tanggap darurat bencana Sumatera Barat.
Tim yang dipimpin Dr. Nofi Yendri Sudiar, M.Si (dosen Fisika) beranggotakan Dedy Fitriawan, M.Si (dosen Penginderaan Jauh dan Sistim Informasi Geografis) dan Edi Kurnia, S.Si (Teknisi Lab Fisika MIPA) berangkat menuju lokasi bencana alam pada Selasa 14 Mei 2024 dan langsung melakukan assessment awal pemantauan udara di Nagari Pandai Sikek, tepatnya di lereng kaki Gunung Singgalang.Tim Pemantau Udara UNP berkolaborasi dengan Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) regional Sumbar yang beranggotakan Dedy Fitriawan, M Rinaldi Yulianto, M Tio Fadly, Rizkanur Marna, Dio Hardiyan, M Rayhan dan Gilang Hardiangga.
Dr. Nofi Yendri Sudiar mengatakan, dari pantauan tim teridentifikasi kejadian longsor besar sebanyak 3 titik di lereng tengah Gunung Singgalang, di mana ketiga titik longsor tersebut melewati 4 aliran sungai dengan mengangkut material longsor (banjir bandang) yang menghantam 2 jorong, yakni Jorong Pagu-Pagu dan Jorong Baruah, Kenagarian Pandai Sikek, Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.
“Keempat aliran sungai yang mengangkut material longsor dimaksud bertemu dengan aliran sungai dari hulu sungai lainnya yakni Gunung Marapi yang pada waktu bersamaan juga mengangkut material lahar dingin yang terus bermuara hingga menghantam Pemandian Lubuak Mato Kuciang, Mega Mendung, hingga merusak seluruh area di Lembah Anai yang merupakan akses utama jalan nasional Rute Bukittinggi-Padang,” ulasnya.
Didapat kesimpulan, banjir bandang yang melanda sungai di Lembah Anai berasal dari Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Aliran yang berasal dari Gunung Marapi cenderung membawa lahar dingin. Aliran tersebut antara lain, pertama, pertemuan antara Aliran Koto Talago dan Aliran Koto Baru. Kedua, aliran Sungai Guntuang, Ketiga, aliran Kelok Hantu, dan keempat aliran Aie Angek dekat RM Aie Badarun.
Sementara itu aliran yang berasal dari Gunung Singgalang cenderung membawa material longsor berupa tanah, batu dan lain sebagainya. Aliran tersebut antara lain pertama aliran Tanjuang. Kedua, Aliran Sungai Jirek Pagu-pagu. Berikutnya, aliran Sungai Aru dan keempat Aliran Lurah Kasiak. Aliran Lurah Kasiak ini dihulunya terjadi longsor besar yang diperkirakan tingginya lebih kurang 100 meter. Kesemua aliran tersebut menyatu dan menghantam kawasan Lubuak Mato Kuciang. Selanjutnya, sebelum sampai di Lembah Anai ada satu aliran lagi yang berasal dari Gunung Tandikek yakni Aliran Aia Tajun Duo. Setelah aliran ini menyatu dengan aliran utama, maka inilah yang menghantam kawasan Lembah Anai sehingga menjadi luluh lantak dan menyebabkan jalan utama Padang Bukittinggi menjadi putus total.Ia menambahkan, temuan menarik dan penting lainnya adalah, kenapa aliran ini bisa menjadi dahsyat dikarenakan ada material yang menjadi pelumasnya. Ternyata, aliran lahar dingin yang berasal dari Gunung Marapi telah berperan sebagai pelumas bagi batu-batu dan material lainnya untuk menghantam kawasan Lebah Anai. Kita ibaratkan lahar dingin ini sebagai oli, maka batu yang kena “oli” ini akan semakin kencang lajunya menuju daerah yang lebih rendah. Tiga titik longsor yang berasal dari Gunung Singgalang ini membawa banyak material kasar yang dampaknya sangat luar biasa. Wajar kiranya daerah yang dilalui menjadi hancur lebur.
Dari catatan BMKG curah hujan di kawasan Gunung Marapi dan Singgalang pada saat kejadian memiliki intensitas maksimal 140 mm, ini merupakan angka ekstrim. Saat tim mewawancara penduduk sekitar Gunung Singgalang, hujan mulai terjadi dari senja sampai malam. Dengan durasi hujan kurang lebih 2 jam-an sebelum terjadi longsor dan banjir bandang, tidak terbayang betapa sangat lebatnya hujan saat itu.
Dari pantauan tim, jika terjadi hujan lebat lagi masih berpotensi terjadi penggerusan bekas longsor tersebut terutama di lereng Gunung Singgalang. Untuk melihat potensi curah hujan ini tim memantau Indeks Madden Julian Oscillation (MJO). Fenomena MJO merupakan fenomena dinamika atmosfer yang memicu pertumbuhan awan hujan semakin besar. Dari pantauan tim, hingga 1 Juni 2024, MJO kuat akan melalui fase 3 dan 4. Di mana fase 3 dan 4 ini adalah kawasan Indonesia Bagian Barat. Indeks MJO kuat berarti potensi pertumbuhan awan hujannya akan besar.
Editor : Eriandi