PEKANBARU - Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) melalui Tim Anotasi Akademisi, menggelar acara pernyataan dan anotasi putusan perkara yang menjerat Mardani H. Maming.
Acara ini berlangsung di Auditorium Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UNPAD dan dihadiri oleh sejumlah akademisi hukum ternama.
Tim yang terdiri dari Dr. Sigid Suseno, S.H., M.Hum, Dr. Somawijaya, S.H., M.H, Dr. Elis Rusmiati, S.H., M.H, Dr. Erika Magdalena Chandra, S.H., M.H, Budi Arta Atmaja, S.H., M.H, dan Septo Ahady Atmasasmita, S.H., L.L, memberikan pandangan kritis terkait putusan hakim dalam kasus tersebut.
Dalam anotasinya, Dr. Sigid Suseno dan tim menyoroti penerapan Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) terhadap Mardani H. Maming.
"Penerbitan Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 yang mengesahkan pelimpahan Izin Usaha Pertambangan dari PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku," katanya.
Sigit menegaskan bahwa tindakan Maming tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 huruf b UU PTPK, karena berdasarkan fakta persidangan, minimal dua alat bukti yang sah tidak terpenuhi."Selain itu, penerbitan surat tersebut dinilai tidak melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara," ungkapnya.
Tak jauh berbeda, Dr. Somawijaya menggarisbawahi bahwa tuduhan penerimaan hadiah oleh Mardani H. Maming hanya didasarkan pada asumsi tanpa adanya kekuatan pembuktian yang sah di persidangan.
"Tidak ada hubungan kausal yang jelas antara dugaan penerimaan hadiah dengan penerbitan surat keputusan tersebut," ungkapnya.
Selain itu, tim anotasi menilai bahwa penetapan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar bertentangan dengan Pasal 18 UU PTPK, yang hanya berlaku pada tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
Editor : Rahmat