Padang, November -Forum Siti Manggopoh (FSM) dan Taty Westhoff, Diaspora Minang Belanda, membincang isu penting dalam sebuah diskusi tentang Kegelisahan Perempuan Minang di Era Artificial Intelligence, Selasa 3 November 2024 di Mushala Al Hakim Padang.
Taty Westhoff, penggerak budaya Minang di Den Haag Belanda yang masih kental Minangnya membagi pengalaman selama 44 tahun di Belanda. Ia menceritakan bahaya kemajuan teknologi yang tidak diikuti dengan ilmu, agama dan menjaga akar budaya Minang akan berbahaya bagi diri sendiri maupun lingkungan.
"Di Belanda, negeri yang dikatakan maju dalam banyak hal, ternyata banyak korban yang bunuh diri karena dipermalukan lewat artificial intelligence, yang gambarnya seolah-olah dirinya tampil tidak sopan, sehingga membuat remaja merasa malu dan membunuh dirinya karena tak kuat secara mental dibully teman- temannya. Maka, kita harus hati- hati dengan kemajuan teknologi terutama ibu- ibu. Jangan terpukau dengan keindahan buatan yang bersifat semu. AI adalah alat mempercepat kerja kita, bukan AI memperalat kita. Perhatikan anak kita, ajar ilmu agama, moral dan etika serta budaya ABS SBK," kata Taty.
Mande Taty Westhoff sempat menangis menceritakan kecintaannya terhadap ranah Minang. Meski jauh di rantau, ia tetap merawat tradisi Minang dalam keluarga dan lingkungan. Kadang-kadang orang-orang di rantau merasa bangga dengan Minang tapi banyak di ranah yang tak bangga lagi dengan keMinangannya.
Kegelisahan Mande Taty disambut solusi oleh Zaleka Hutagalung, praktisi hukum dan Novalinda yang juga bertindak sebagai moderator. Demikian juga Ketua Forum Siti Manggopoh, Basnurida yang mengungkapkan dan sepakat bahwa kewaspadaan perlu ditingkatkan bagi generasi muda dan memahami dari segi etik, moral dan hukum untuk menjawab kegelisahan tersebut.
Basnurida selaku Ketua FSM dan ketua panitia, Wisye Paula Deja merasa bangga dan bahagia karena pembicara yang datang jauh-jauh dari Belanda mau berbagi ilmu dengan ikhlas untuk memberikan solusi atas kegelisahan perempuan. Semua peserta yang hadir lebih kurang 50 orang dari berbagai profesi terutama anggota FSM dan wartawan cukup antusias mengikuti acara bincang bincang santai tersebut.FSM adalah sebuah komunitas sosial yang terinspirasi pejuang wanita Minang Siti Manggopoh yang terus menyuarakan nilai kejuangan Siti yang disesuaikan dengan kondisi kekinian dalam melawan arus artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang mencemaskan.
"Banyak orang pandai menggunakan AI tapi tak paham tatakrama, adab dan sopan. Karena itu FSM akan terus berjuang di tengah masyarakat dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, agama, budaya dll sesuai misi FSM," ujar Lismi Hasan Walidin, pendiri FSM yang akrab dipanggil Oma dengan penuh semangat. Oma bersama pendiri lain Dr Sri Setyawati, Wevy dan Yuli akan tetap bersama- sama menjaga eksistensi FSM ini.
Kegiatan ini menjadi meriah karena Bundo Bundo FSM memajang semua produk masing-masing mulai dari kuliner hingga pakaian dan mereka saling membeli sesuai kebutuhan. Dalam sekejap jualan mereka habis terjual.(rel/*)
Editor : MELDA RIANI