Oleh: Isral NaskaDosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
Delegasi AIMEP (Australia Indonesia Muslim Exchange Program)Ini adalah hari terakhir kegiatan AIMEP. Ada empat acara, yang pertama adalah mengunjungi sebuah sekolah Islam bernama Al-Siraat College Melbourne. Nama akrabnya Al-Siraat saja. Kendatipun menyandang nama Melbourne, sekolah ini tidak persis terletak di kota itu. Melainkan di sebuah kota satelit bernama Epping. Kedua kota hanya berjarak 18 km. Dekat memang.
Tentu ini adalah kesempatan yang ditunggu-tunggu. Bagaimana komunitas muslim membangun lembaga pendidikan Islam di negara seperti Australia? Bagaimana bisa tetap “Islam” di samping harus menjadi “Australia”. Apakah bagus? Bagaimana jika dibandingkan dengan Balcombe Grammar School yang dikunjungi dua hari sebelumnya?Tidak lama setelah berangkat dari hotel, bus sudah berada di depan gerbang Al-Siraat. Jujur saja, dari gerbang sekolah ini tampak biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan Balcombe. Jika Balcombe terletak di lereng sebuah dataran tinggi, maka Al-Siraat terletak di sebuah dataran rendah yang benar-benar datar. Jadi tidak ada dinamika ruang di sana.
Yang kami temukan pertama adalah area parkir yang sangat luas. Bus berhenti di depan sebuah lapangan kecil yang dipasangi rumput sintetis. Kami disambut seorang guru berjilbab. Dia membawa kami ke sebuah gedung sederhana yang sepertinya terletak di tengah lokasi sekolah, yang ternyata adalah gedung kepala sekolah. Di dalamnya terdapat beberapa ruangan dalam formasi melingkar. Di tengah-tengah berfungsi sebagai aula kecil. Di sanalah kami berkumpul.Tidak lama sang school principal muncul dari salah satu ruang. Beliau adalah seorang pria paruh baya, berwajah Arab, berjenggot tebal, dan memakai gamis. Dia bernama Fazeel Arain. Seorang perempuan bercadar mendampinginya di ruangan itu. Tak berlama-lama, diskusi berlangsung. Para peserta antusias untuk bertanya tentang berbagai hal.
Tepat di dinding luar kantor Fazeel, tertulis sebuah deklarasi yang sangat mudah dibaca: “WE ARE AN AUSTRALIAN SCHOOL IN THE ISLAMIC TRADITION”. Saya langsung bertanya, bagaimana membangun dan menjalankan sebuah sekolah Australia yang berciri khas Islam? Beliau menjelaskan secara umum saja, bahwa Al-Siraat mengimplementasikan kurikulum yang berlaku di negara bagian Victoria. Ada ruang fleksibilitas yang dapat dimanfaatkan untuk masuknya nilai-nilai Islam dalam pendidikan. Fleksibilitas yang sama juga dimanfaatkan oleh Balcombe Grammar School untuk mendirikan sekolah versi mereka. Jadi, pada konteks ini Australia ternyata memberi ruang untuk berkembangnya keunikan-keunikan yang muncul dari kelompok-kelompok agama yang hidup di sana.Sekarang saatnya kami berkeliling ke berbagai sudut sekolah untuk melihat bagaimana implementasinya. Sebelum bercerita tentang kelas-kelas di sekolah ini, tentang murid-muridnya, dan tentunya tentang para guru, saya hendak terlebih dahulu mengulas sedikit sejarah sekolah ini.
Pada tahun 2007, Fazeel yang menjadi school principal hari ini, memiliki ide untuk mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak Muslim di Melbourne. Ide besar itu lahir dari dialog dengan istrinya yang bernama Rahat. Saya rasa, wanita bercadar yang mendampingi Fazeel di ruangan tadi adalah Rahat. Jadi mereka masih aktif mengurus sekolah itu hingga hari ini.Pendirian sekolah ini diawali dengan membeli sebuah lahan kosong pada akhir 2007. Lahan kosong ini tidak benar-benar kosong. Itu adalah lahan bekas pertanian dan peternakan pada zaman baheula. Di sana berdiri sebuah kandang tua sisa sebuah peternakan. Kandang itu terbuat dari batu yang disebut bluestone. Di dekat kandang, dan beberapa tempat lainnya terdapat “tumpukan” bluestone. Tidak bertumpuk sebenarnya, melainkan disusun dengan rapi.Karena berusia tua, kandang tersebut oleh pemerintah tidak boleh dihilangkan. Bahkan tumpukan bluestone yang ada di sana tidak boleh diubah bentuknya apalagi dipindahkan. Dan satu lagi, kandang dan bluestone harus terlihat dari jalan raya. Berapa jauhnya dari jalan raya? Mungkin ratusan meter. Begitu betul orang menjaga peninggalan bersejarah.Ini tentu saja melahirkan tantangan tersendiri bagi pembangunan fasilitas pendidikan di Al-Siraat. Tapi mereka berhasil melakukannya. Memiliki sebuah sekolah modern, tanpa harus menggusur objek bersejarah. Bahkan objek itu dapat dimanfaatkan dengan baik. Tentu ini juga menjadi contoh edukasi yang baik untuk anak didik. Semua menang, semua senang.
Tahun 2009 adalah untuk pertama kalinya sekolah ini menerima murid. Ada 78 siswa yang mendaftar saat itu. Dan tahukah pembaca sekalian, berapa jumlah siswa Al-Siraat tahun ini. Ada 1300 jumlahnya! Dan mereka sedang bekerja keras untuk menjadikannya 1500 dalam beberapa tahun mendatang.Saya mendengar satu cerita menarik dari pendirian sekolah ini. Pada tahun-tahun awal Al-Siraat tidak segan-segan merekrut seorang Australian kulit putih dan tidak beragama Islam untuk membentuk dan memperkuat struktur organisasi sekolah sekaligus menjalin relasi dengan pihak-pihak dalam pemerintahan. Itu berjalan sekitar 7 tahun. Setelah semua stabil, barulah semua hal dijalankan oleh tenaga-tenaga Muslim. Ini adalah cara cerdas dan taktis dari bagaimana menghadapi tantangan zaman.
Begitulah sedikit sejarah tentang sekolah hebat ini. Sekarang kita lihat bagaimana pendidikan di sini berjalan.Gedung pertama yang kami kunjungi adalah kelas belajar. Kelas belajar dibuat dengan desain yang belum pernah kulihat ada di sekolah-sekolah di Indonesia. Bangunan ini seperti kantor besar sebuah bank. Dari pintu masuk utama yang lebar, kita menemukan sebuah ruang lapang. Ruangan itu dikelilingi oleh kelas-kelas, yang semua aktifitasnya dapat dilihat dari luar. Lalu ada jenjang melingkar naik ke lantai dua.
Apa yang kami saksikan adalah murid-murid yang sedang menghafal Al Quran. Mereka terlihat serius tapi santai. Di kelas Al Quran itu semua anak duduk di lantai. Mereka duduk dengan gayanya masing-masing.Yang lebih menarik adalah penjelasan tentang apa sebenarnya yang ingin dicapai dari kelas Al Quran ini.