Keputusan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk mengembalikan posisi pengecer elpiji 3kg sudah tepat dan patut diapresiasi. Langkah Presiden RI ini sekaligus menghentikan isu dan polemik soal harga dan kelangkaan elpiji 3kg yang membuat antrian konsumen pengguna serta keresahan publik. Bahkan, protes langsung salah seorang masyarakat yang bernama Effendi kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) saat berkunjung ke salah satu lokasi penjualan dipangkalan agen elpiji 3kg bersubsidi pada 4 Februari 2024 di Kota Tangerang, Provinsi Banten. Kalimat yang meluncur ke Menteri ESDM, yaitu; "Bukan masalah ambil gasnya. Anak kami lapar, Pak, butuh makan, butuh kehidupan, Pak. Logikanya berjalan dong, Pak," begitulah Effendi berujar!
Lalu tepatkah kebijakan penatakelolaan elpiji 3kg yang menyasar kesalahan kepada para pengecer!? Bagaimana sebenarnya ketentuan dan peraturan yang ada dalam menata distribusi elpiji 3kg ini kepada masyarakat pengguna? Sebab, jumlah konsumen yang terdaftar lewat merchant apps PT Pertamina (Persero) yang dikelola oleh sub holdingnya PT. Pertamina Patra Niaga (PPN) pada tahun 2023 hanya mencapai 30.923.110 Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sedangkan, di bulan Nopember 2024 PPN mencatat terdapat sejumlah 57 juta NIK pengguna elpiji 3 kilogram (kg) sudah terdaftar. Artinya, terdapat peningkatan NIK pengguna sejumlah 26.076.890 atau naik sebesar 84,3%.
Pembenahan Tata Kelola
Selain itu, data Kementerian ESDM juga menunjukkan bahwa selama periode 2023 transaksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3kg bersubsidi ini menembus angka 523 juta tabung. Luar biasa pesat dan melesat peningkatannya, dan benarkah dikonsumsi oleh konsumen masyarakat yang berhak dan layak? Hal ini membuktikan seriusnya permasalahan kebijakan tata kelola distribusinya, termasuk sosialisasi, publikasi dan komunikasinya kepada masyarakat luas. Seringkali terjadi, penyimpangan kebijakan pemerintah justru berawal dari kelemahan strategi publikasi dan komunikasi yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Maka, cara berkomunikasi publikpun harus segera dibenahi!
Apabila tidak dibenahi situasi dan kondisi pendistribusian elpiji 3kg bersubsidi oleh sebuah korporasi BUMN migas berpengalaman sekalipun, tapi minus atas publikasi dan komunikasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders) tidak akan berhasil secara efektif dan efisien. Meskipun telah melakukan berbagai program digitalisasi sebagaimana halnya kasus SPBU yang menelan biaya Rp3,6 triliun. Semestinya, program digitalisasi yang menurut Direktur Penunjang Bisnis Pertamina Erry Widiastono diklaim berdampak pada terjadinya efisiensi atau penghematan keuangan sejumlah Rp53,5 triliun juga mampu mengatasi masalah ketepatsasaran kelompok penerima subsidi elpiji 3kg.Hendaknya kasus penyaluran elpiji 3kg bersubsidi yang kesandung oleh antrian pengguna dan pengecer yang berdesak-desakan serta menimbulkan korban dapat diakhiri. BUMN Pertamina sebagai penerima mandat konstitusi penguasaan negara atas cabang produksi hajat hidup orang banyak juga harus mengevaluasi diri. Barangkali pola pemetaan konsumen pelanggan listrik PLN dapat menjadi contoh praktek terbaik (best practices) Pertamina dalam mengemban kewajiban pelayanan publik terkait subsidi ini. Pembenahan kebijakan atas kelompok penerima manfaat elpiji 3kg inilah yang harus segera dilakukan sehingga terkoordinasikan dalam implementasinya. Untuk itu pelibatan pemangku kepentingan secara luas (multi stake holders) dan BUMN Pertamina menjadi keharusan!
Konsistensi Program Transisi Energi
Belajar dari permasalahan kasus distribusi elpiji 3kg ini dan untuk mendukung visi-misi Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto perlu kiranya segera melakukan berbagai pembenahan kebijakan tata kelola energi nasional yang lebih substantif. Khususnya hal ini ditujukan dalam mencapai sasaran program swasembada pangan dan energi yang telah menjadi tekad pemerintahan periode 2024-2029. Komitmen pada emisi buangan nol bersih (Net Zero Emission/NZE) 2060 harus dimantapkan oleh jajaran pembantu Presiden. Tidak hanya berfokus pada isu penutupan (shutdown) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dituduh kotor oleh negara maju (meskipun mereka mengimpor batu bara), tapi pada peta jalan (road map) transisi energi yang lebih variatif dan pasti!