Belajar dari Seorang Syafruddin Prawiranegara

Foto Oleh: Drs. Jeni Akmal
×

Belajar dari Seorang Syafruddin Prawiranegara

Bagikan opini
Ilustrasi Belajar dari Seorang Syafruddin Prawiranegara

Bagi seorang Syafruddin Prawiranegara, bulan Februari merupakan moment penting baginya. Karena dibulan Februari tidak hanya memperingati hari wafatnya (15Februari 1989), melainkan juga memperingati hari kelahiran (28 Februari 1911)Syafruddin Prawiranegara. Diakui memang, Syafruddin Prawiranegara tidak sepopulerSoekarno-Hatta, namun jabatannya sebagai Ketua PDRI telah mampu menentukan“nasib bangsa” di pentas dunia.

Tidak banyak memang tokoh pejuang dan elite politik yang lahir dan wafat padabulan yang sama sebagaimana Syafruddin Prawiranegara. Salah satu diantara sedikitorang yang lahir dan wafat pada bulan yang sama adalah mantan Wakil PerdanaMenteri, dan pernah menerima mandate sebagai ketua PDRI, Syafruddin Prawiranegara. Berkenaan dengan hal tersebut, tentu Syafruddin Prawiranegaradilahirkan keatas bumi sebagai manusia pilihan, baik karena ketokohan, kejujuran dan nasionalismenya.

Suatu ketika Farid Prawiranegara, salah seorang putra Sjafruddin, menceritakanmasa-masa sulit hidup keluarganya pada awal 1960-an. Ketika itu sang ayah masihberada dalam tahanan Pemerintahan Soekarno sehingga seluruh anggota keluargasempat menumpang tiggal dan hidup ke rumah kerabat dan sahabat mereka. Padahalbeberapa jabatan bergengsi dan elite pernah dijabatnya, seperti: Menteri keuangan,Wakil Perdana Menteri, Perdana Menteri, dan Gubernur Bank Indonesia.

Keluarga Sjafruddin akhirnya mendapat pertolongan pasokan bahan pokok dantetangga rumahnya, Leimena dan Soebandrio. "Kendati ayah syafruddin dan merekaberbeda pandangan, mereka tetap sahabat dan saling menolong. Ini merupakan bentuksuri tauladan yang perlu dicontoh generasi sekarang," tutur Farid dengan suara terbata-bata. Farid Prawiranegara lantas bercerita, bahkan akhirnya Presiden Soekarno sendiri juga turut membantu memberikan dua mobil Mazda untuk keluarga itu.

Sjafruddin Prawiranegara memang tokoh penting yang masih menjadi sumberperdebatan dalam sejarah Republik Indonesia. Ia berjasa besar saat memimpinPemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari Bukittinggi, 19 Desember 1948-13 Juli 1949. Saat itu Belanda melakukan agresi militer kedua dengan mendudukiIbukota Yogyakarta dan menangkap para pemimpin RI.

Dikala radiogram mandat dari Presiden Sukarno tertanggal 19 Desember 1948sebagai ketua PDRI belum diterimanya, Syafruddin Prawiranegara malah telahmengambil prakarsa untuk membentuk PDRI di Bukittinggi bersama Teuku MohammadHasan dan Kolonel Hidayat yang menjabat sebagai Panglima Territorium Sumatera(PTTS). Bahkan pada tanggal 22 Desember 1948, Syafruddin Prawiranegara, di lerenggunung Sago, Halaban pada pukul 03.40 Wib telah membentuk susunan menteri PDRI.

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, dapat kita pahami bahwa naluri seorangSyafruddin sungguh sangat tajam sekali. Apa-apa yanbgh direncanakan seorangPresiden di Yogyakarta menghadapi kondisi darurat ternyata sesuai dengan apa-apayang ada dalam pikiran seorang Syafruddin. Saat mandat kekuasaan seorang Presidendiserahkan kepada Syafruddin Prawiranegara tentu berarti bahwa saat itu beliau adalahsebagai seorang Presiden. Karena memang sejak tanggal 19 Desember 1948 PresidenSukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta tidak bisa lagi melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

Dalam hal ini, secara konstitusional berarti bahwa sejak menjabat sebagai ketuaPDRI pada tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan diserahkannya kembali mandattersebut tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta kepada Presiden Sukarno, makaSyafruddin secara sah menjabat sebagai ketua PDRI sekaligus Presiden Republik Indonesia. Harus kita akui dan sejarah mencatat bahwa masa 6 bulan 24 hari sebagaiketua PDRI dijabat Syafruddin penuh dengan dinamika perjuangan, beragampengorbanan dan keluar masuk hutan. Dalam memimpin PDRI, SyafruddinPrawiranegara keluar masuk hutan belantara Sumatera, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dikejar oleh peluru para Kolonial.

Dalam situasi hidup atau mati, dihajar pasukan musuh dan dukungan logistik yang serba kekurangan, Syafruddin beserta pasukan bersenjatanya tetap melakukanperlawanan. Saat itu tidak terpkir olehnya untuk mengkhianati bangsanya ataumenerima “negosiasi” musuh. Sebagaimana sebuah pemerintahan yang sah, tidakhanya para menteri, pemerintahan PDRI juga memiliki Angkatan Perang yangdikomandoi oleh Kolonel Sudirman, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian.

Walau angkatan bersenjatanya banyak yang korban, perjuangan diplomasi danbersenjata tetap dilakukannya tanpa lelah, sehingga akhirnya dunia internasioalmengakui kedaulatan NKRI. .

Bagikan

Opini lainnya
Terkini
pekanbaru