Oleh Hasto KristiyantoSaya membawakan orasi ilmiah dalam acara wisuda Universitas Negeri Padang (UNP), sebuah perguruan tinggi berusia tua.
Saya selalu menaruh rasa hormat yang takzim pada rekam jejak sejarah Sumatera Barat dan perannya dalamkemerdekaan bangsa. Peran signifikan para pendiri bangsa Sumatera Barat mengagumkan.
Di sini, lahir para pemikir visioner para pemimpin bangsa Seperti Prof. Muhammad Yamin, Tan Malaka, Bung Hatta, Bung Syahrir, KH Agus Salim, Mohammad Natsir, Abdul Muis, Ibu Rasuna Said, Ibu Ruhana Kuddus, Buya Hamka, Usmar Ismail, Chaerul Saleh, dan begitu banyak tokoh lainnya.Itulah sebabnya, berada di sini telah membangunkan suatu spirit kepemimpinan intelektual kebangsaan yang menyatu dengan tradisi keIslaman yang kuat.
Pertanyaannya, mengapa dari Bumi Minang ini lahir begitu banyak tokoh pemimpin kebangsaan dengan rekam jejak kepeloporannya yang luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia, dan dunia. Pertanyaan inilah yang juga harus dijawab secara obyektif oleh kita semua.Orasi ilmiah saya di UNP berjudul, “Eksistensi Pemikiran Geopolitik Soekarno untuk Ketahanan Nasional”. Pemikiran Geopolitik Soekarno tidak terlepas dari pemikiran Bung Hatta, ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dalam realitas sistem internasional yang anarkis, yang kemudian melahirkan Perang Dingin. Dalam konstelasi geopolitik itulah Bung Hatta menyampaikan teori geopolitiknya yang dikenal dengan “Mendayung Diantara Dua Karang”. Suatu konsepsi kebijakan luar negeri bebas aktif, yang terbukti relevan hingga sekarang.
Mempelajari pemikiran geopolitik Indonesia, tidak bisa terlepas dari tradisi intelektual para pendiri bangsa. Di dalam tradisi intelektual ini, Bung Karno dan Bung Hatta, hadir sebagai perpaduan pemimpin negarawan dan pemimpin pembelajar yang baik. Sebagai sosok pembelajar, mereka terus bergulat dengan buku sebagai jendela pengetahuan. Bahkan, dengan buku pula para pendiri bangsa melakukan dialog imajiner dengan tokoh-tokoh dunia dan kemudian membumikan dalam realitas kehidupan berbangsa, dan dengannya mencari arah masa depan.Dwi Tunggal soekarno-Hatta juga melahirkan pemahaman tentang kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Dengannya bangsa Indonesia membangun rasa percaya sendiri untuk menjadi pemimpin diantara bangsa-bangsa dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA), Gerakan NonBlok (GNB), hingga Conferences of the New Emerging Forces (CONEFO). Kepemimpinan Indonesia tersebut didasarkan pada ideologi Pancasila yang mengandung cita-cita, kemerdekaan Indonesia ditujukan bagi persaudaraan dunia.
Teori Bung Karno--------------------Dalam pandangan Bung Karno, Pancasila adalah ideologi geopolitik dunia. Pancasila lahir sebagai pandangan hidup bangsa dan sekaligus jawaban atas keterbelahan dunia akibat Perang Dingin. Pancasila juga lahir sebagai jawaban atas struktur dunia yang tidak adil, akibat berbagai belenggu penjajahan yang telah menyebabkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang telah menghancurkan peradaban umat manusia.Atas dasar hal tersebut, teori geopolitik Bung Karno didasarkan postulate, dunia akan damai dan berkeadilan apabila dunia bebas dari berbagai belenggu penjajahan. Di sinilah geopolitik Soekarno memiliki relevansi dengan ketahanan nasional, dan bagaimana membangun kekuatan pertahanan negara atas cara pandang geopolitik.
Disertasi penelitian saya dengan judul: “Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara” telah menemukan teori geopolitik Soekarno yang disebut sebagai “Progressive Geopolitical Co-exsistance”. Teori ini menggambarkan keseluruhan pandangan geopolitik Soekarno yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dunia, dan bagaimana bangsa-bangsa di dunia bisa hidup berdampingan dengan damai, tanpa ancaman perang.Teori Progressive Geopolitical Co-existance ini didasarkan pada beberapa prinsip. Pertama, Pancasila harus diperjuangkan menjadi bagian dari Piagam PBB. Kedua, PBB harus memastikan setiap bangsa merdeka memiliki kedudukan sederajat, setara, dan konsekuensinya, privilege hak veto yang diberikan kepada negara Perancis, Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Tiongkok harus dicabut. Ketiga, mekanisme pengambilan keputusan PBB harus didasarkan pada penguatan deliberative democracy, dengan mengedepankan pendekatan konsensus. Keempat, markas besar PBB dipindahkan ke negara netral, yakni negara yang tidak memiliki konflik dengan negara lain. Kelima, dunia akan damai apabila bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Keenam, pentingnya solidaritas antar bangsa untuk mengedepankan koeksistensi damai (peaceful coexistence).
Teori geopolitik ini didalam pelaksanaannya memerlukan Kepemimpinan strategis guna menjadikan ide, gagasan, dan cita-cita kemerdekaan Indonesia dijabarkan dalam kebijakan ideologis dan teknokratis guna membangun kepemimpinan Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan.Atas model kepemimpinan ini, Soekarno membangun koridor strategis kemajuan nusantara. Sumatera Barat misalnya, dirancang sebagai pintu gerbang kemajuan Indonesia di Samudera Hindia. Sebab Soekarno mencita-citakan, bagaimana Indonesia hadir sebagai the major power di Samudera Hindia. Koridor strategis ini menyatu dengan konsepsi untuk menjadikan wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan Indonesia; Sumatera Pusat Perkebunan; Jawa sebagai pusat pendidikan, jasa, dan kekuatan TNI Angkatan Darat; Kalimantan sebagai Ibukota negara dan sekaligus pusat kekuatan Angkatan Udara; dan Indonesia Timur sebagai pusat kekuatan Angkatan Laut dan industri Maritim.
Dengan melihat potensi yang begitu besar di Sumatera Barat, maka hegemoni kekuatan pertahanan Indonesia guna menjaga keamanan laut di Samudera Hindia menempatkan Sumatera Barat sebagai kawasan yang sangat penting dan strategis.Pertanyaannya, mengapa Soekarno membangun doktrin agar Indonesia menjadi negara terkuat di Kawasan Samudera Hindia? Hal tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan intelektual yang telah menjadi bagian kultur Minang, mengingat Pola Pembangunan Semesta Berencana dipimpin oleh Prof Moh Yamin.